
Petani Kolaka Timur Berunjuk Rasa Minta Harga Gabah Sesuai Inpres
Petani di Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Koltim pada hari Selasa, 23 September 2025. Mereka menuntut agar harga gabah sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 yang menetapkan harga sebesar Rp6.500 per kilogram. Aksi ini dilakukan oleh perwakilan petani dari hampir seluruh kecamatan se-Kolaka Timur.
Kantor DPRD Koltim berada di Jalan Poros Rate Rate-Poli Polia, Kelurahan Simbalae, Kecamatan Loea. Lokasi kantor ini berjarak sekitar 107 kilometer dari Kota Kendari, ibu kota Provinsi Sultra, dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam 24 menit.
Ketua Komisi I DPRD Koltim, Eka Saputra, menjelaskan bahwa para petani menyampaikan aspirasinya terkait Inpres yang hingga saat ini belum dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Di Kecamatan Mowewe, harga gabah petani hanya dibeli antara Rp5.100 hingga Rp5.300 per kilogram. Sementara itu, di Kelurahan Atula dan Ladongi, harga gabah yang sedang panen hanya dihargai Rp6.000 per kilogram.
Menurut Eka Saputra, Inpres tersebut telah diterjemahkan oleh Badan Pangan Nasional, yang menetapkan harga Rp6.500 untuk tingkat petani. Namun, aturan ini masih belum sepenuhnya diterapkan. “Ini yang menjadi tuntutan petani, agar Inpres benar-benar berlaku dan dirasakan seluruh masyarakat Kolaka Timur,” ujarnya.
Mekanisme pembelian gabah di tingkat petani umumnya dilakukan melalui tengkulak atau pengepul. Hasil panen kemudian disetorkan ke gudang, yang tersebar baik di Koltim maupun daerah lain seperti Konawe, mitra Bulog. Sebelum aksi ini, DPRD Koltim telah merespons keluhan masyarakat melalui media sosial maupun laporan langsung. Bahkan, anggota dewan turun ke lapangan bersama Kepala Bulog untuk mengecek kondisi sawah dan gudang mitra Bulog.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Bulog menjelaskan bahwa Inpres untuk memenuhi cadangan stok 3 juta ton sudah terpenuhi. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban lagi bagi Bulog untuk membeli gabah. Meski demikian, ia sempat menyatakan siap membeli gabah seharga Rp6.500 per kg di gudang, tetapi hanya untuk gabah berbentuk bulir padi.
Eka Saputra menekankan bahwa masalah harga gabah sangat penting karena Kolaka Timur merupakan lumbung pangan kedua terbesar di Sulawesi Tenggara. Kabupaten ini memiliki surplus produksi yang menjadi penyumbang pangan untuk daerah lain. Namun, harga gabah yang anjlok setiap musim panen terus berulang.
“Selalu ada indikasi permainan harga. Misalnya, sebelum Koltim panen harga stabil, tapi saat petani mulai panen, harga langsung turun,” katanya. Gudang hanya berani membeli Rp6.000 di gudang, artinya harga di petani lebih rendah lagi. Hal ini membuat petani selalu mengalami kerugian.
Oleh karena itu, Eka menegaskan bahwa aspirasi petani bukan hanya menuntut harga Rp6.500 sesuai janji Presiden, tetapi juga meminta agar masalah harga diselesaikan sampai ke akar agar tidak terus terulang. Untuk itu, besok Rabu, 24 September 2025, anggota DPRD Koltim dari Fraksi Gerindra akan mengagendakan pertemuan dengan DPRD Sultra untuk menyampaikan persoalan ini agar menjadi perhatian.
Selain itu, mereka berharap bisa bertemu langsung dengan Gubernur Sultra, Andi Sumangerukka. “Petani Koltim butuh kepastian harga. Kami sebagai wakil rakyat yang dipilih petani berkewajiban memperjuangkan ini,” ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!