
KLB di Cipongkor, Ratusan Siswa Terkena Keracunan dari Program MBG
Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia khususnya warga Bandung Barat (KBB) dihebohkan oleh kasus ratusan siswa yang tiba-tiba jatuh sakit setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kejadian ini terjadi di sejumlah sekolah di wilayah Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
Para siswa mengalami gejala seperti mual, pusing, hingga muntah-muntah hanya beberapa jam setelah menikmati makan siang dari program tersebut. Peristiwa ini memicu kepanikan di lingkungan sekolah, dengan sejumlah pelajar harus segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit. Awalnya hanya belasan korban, jumlahnya secara cepat meningkat menjadi puluhan, bahkan menjelang tengah malam mencapai ratusan.
Kondisi ini membuat tenaga medis kewalahan dan orang tua murid semakin cemas melihat anak-anak mereka terbaring lemah di tempat tidur. Program MBG yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan gizi siswa justru menimbulkan luka bagi sebagian besar peserta didik di KBB.
Penanganan Darurat dan Status KLB
Bupati KBB, Jeje Ritchie Ismail langsung merespons dengan menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) untuk mempercepat penanganan. Posko darurat dibuka di GOR Cipongkor, sementara banyak siswa lainnya dirawat di Puskesmas, RSUD Cililin, hingga RSIA Anugrah.
Jeje menyatakan bahwa gejala yang dialami para siswa relatif seragam, yaitu mual, muntah, dan pusing. Hingga Selasa pagi, jumlah korban mencapai 364 siswa. Meski sebagian besar sudah mulai pulih, kondisi ini tetap menjadi perhatian serius.
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan juga memberikan pernyataan agar masyarakat tetap tenang. Ia menegaskan bahwa tim kesehatan sedang fokus pada penanganan korban, sementara aparat kepolisian akan membantu penyelidikan terkait penyebab dugaan keracunan ini.
Evaluasi Program MBG Dilakukan
Di tingkat provinsi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi bahan evaluasi serius. Menurutnya, makanan MBG yang dikonsumsi siswa terlalu basi akibat disimpan terlalu lama.
“Waktunya sudah terlalu lama, antara dimasak dan dimakan, dan itu harus menjadi bahan evaluasi,” ujar Dedi dalam pernyataannya. Ia menyarankan agar dapur penyelenggara menyesuaikan jam masak dengan jam distribusi agar makanan tetap segar.
Dedi juga meminta agar tidak terlalu sore atau malam dalam proses memasak, karena nasi dan makanan harus disajikan dalam keadaan fresh. Meski belum memutuskan apakah dapur MBG akan dihentikan sementara, ia menegaskan bahwa evaluasi akan digelar secara terbuka bersama penyelenggara.
Tindakan Lanjutan dan Harapan Masyarakat
Hingga saat ini, masyarakat sangat menantikan langkah-langkah konkrit dari pemerintah daerah dan provinsi. Mereka berharap bahwa evaluasi yang dilakukan bukan sekadar janji, tetapi benar-benar menjadi jaminan agar peristiwa serupa tidak terulang di masa depan.
Selain itu, masyarakat juga berharap agar transparansi dan partisipasi publik dapat dijaga selama proses evaluasi berlangsung. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG dapat dipulihkan dan dijaga dengan baik.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!