
Penjelasan Kepala BPN Pandeglang Terkait Sertifikat Hak Pakai yang Dikeluarkan ke TNI AD
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pandeglang, Fahmi mengakui bahwa pihaknya pernah menerbitkan sertifikat hak pakai (SHP) kepada TNI AD pada tahun 2012. Pernyataan ini disampaikan saat merespons aksi demonstrasi yang dilakukan oleh warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, pada Selasa (23/9/2025). Aksi tersebut berlangsung di depan kantor BPN Pandeglang.
Warga menuntut kejelasan terkait status SHP yang diduga diklaim secara sepihak oleh TNI AD. Mereka menyebut bahwa lahan garapan milik mereka seluas sekitar 372 hektar diduga telah diambil alih tanpa persetujuan. "Iya, SHP-nya itu ada," ujar Fahmi menjawab pertanyaan warga.
Fahmi menjelaskan bahwa SHP dikeluarkan sejak tahun 2012. Oleh karena itu, BPN Pandeglang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai isu yang diajukan oleh warga Rancapinang. "Saya kira ini kan tahun 2012 ya, nanti kita pelajari sesuai dengan apa yang disampaikan warga," kata Fahmi.
Lebih lanjut, Fahmi menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) untuk mencari solusi terbaik. "InsyaAllah nanti bersama Pemda, coba kita duduk bersama. Supaya ada cara-cara terbaik, sesuai dengan tugas kami," ujarnya. Ia juga menekankan bahwa masyarakat yang datang dari jauh harus diperlakukan dengan baik.
Salah satu warga yang turut berdemo, Tajudin, menyampaikan bahwa sejak tahun 1997 hingga 2012, warga tidak pernah menjual atau mengalihkan lahan garapan yang mereka kelola sejak sebelum kemerdekaan. "Makanya kami aneh, kenapa tiba-tiba SHP itu milik TNI AD. Kami tidak pernah menjual atau mengalihkan lahan garapan kami kepada siapapun, termasuk TNI AD," ujarnya.
Tajudin mempertanyakan jika ada warga yang pernah menjual lahan, maka warga mana yang dimaksud. "Jadi kalau warga menjual, warga yang mana? Bahkan lahan warga yang sudah rusak juga tidak pernah merasa menjual," tegasnya.
Menurut Tajudin, sekitar 15 hektar lahan warga digunakan oleh TNI AD untuk pembangunan teritorial. "Itu ada 15 hektar. Yang kasian itu punya Pak Hamzah, pohon kelapanya itu hampir 600 batang habis di babad," katanya.
Ia menilai bahwa keberadaan SHP yang dikeluarkan BPN Pandeglang atas nama TNI AD menjadi penyebab keresahan bagi warga. "Biang kericuhan itu BPN Pandeglang yang ngeluarin SHP itu. Makanya kami menanyakan SHP itu," ujarnya.
Warga juga meminta agar BPN Pandeglang segera turun ke lokasi untuk memberhentikan sementara kegiatan penggarapan lahan tersebut. "Kami minta berhentikan dulu, sebelum ada kejelasan. Dan kami harap BPN datang ke lokasi, biar tahu kondisinya seperti apa di lapangan," tegas Tajudin.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!