
Sidang Etik Komisi Kode Etik Polri Menghukum Dua Personel Brimob
Dalam rangkaian sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP), dua personel Brimob yang terlibat dalam kejadian penabrakan telah dijatuhi sanksi berupa wajib menyampaikan permintaan maaf. Kedua personel tersebut adalah Briptu Danang Setiawan dan Aipda M Rohyani. Sanksi ini diputuskan setelah sidang yang digelar di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, pada Senin (29/9) dan Selasa (30/9).
Danang disangkakan tidak memberikan pengingatan kepada komandannya, Kosmas K Gae, serta pengemudi Bripka Rohmad. Hal ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap etika profesi. Dalam putusan sidang, Danang dinyatakan melakukan perbuatan tercela dan harus meminta maaf secara lisan di hadapan sidang KKEP serta secara tertulis kepada pimpinan Polri.
Selain itu, Danang juga dijatuhi sanksi administratif berupa penempatan dalam tempat khusus (patsus) selama 20 hari. Patsus ini telah dilaksanakan sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025 di ruang Patsus Biro Provos Divisi Propam Polri dan Korbrimob Polri.
Sementara itu, rekan Danang, Aipda M Rohyani, juga menjalani sidang etik pada Senin (30/9). Ia mendapatkan sanksi serupa, yaitu wajib meminta maaf dan patsus karena tidak memberikan pengingatan kepada Kosmas dan Rohmad saat menabrak Affan. Putusan ini menunjukkan bahwa proses etik terhadap personel Brimob masih terus berlangsung.
Hingga saat ini, hanya tiga personel Brimob yang belum menjalani sidang etik. Ketiganya adalah Bripda Mardin, Bharaka Yohanes David, dan Bharaka Jana Edi. Nantinya, mereka juga akan menghadapi proses hukuman sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya, Kosmas K Gae telah dijatuhi sanksi pemecatan dalam sidang etik yang digelar pada 3 September 2025. Sedangkan Bripka Rohmad mendapat sanksi demosi selama tujuh tahun. Keputusan ini menunjukkan bahwa pihak KKEP sangat serius dalam menindaklanjuti pelanggaran etika yang dilakukan oleh anggota polisi, terutama dalam kasus penabrakan yang melibatkan personel Brimob.
Proses Sidang Etik yang Berlangsung Secara Transparan
Sidang etik yang dilaksanakan oleh Komisi Kode Etik Polri dilakukan dengan transparan dan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Setiap personel yang terlibat dalam pelanggaran etika diberikan kesempatan untuk menjelaskan perbuatannya di hadapan sidang. Dengan demikian, putusan yang diberikan dianggap adil dan objektif.
Selain sanksi berupa permintaan maaf dan patsus, para pelanggar juga dapat dikenai sanksi lainnya, seperti penurunan pangkat atau pemecatan, tergantung dari tingkat keparahan pelanggaran. Hal ini bertujuan untuk menjaga kedisiplinan dan integritas profesi polisi.
Proses sidang etik ini juga menjadi bentuk evaluasi terhadap perilaku anggota polisi agar tetap menjunjung nilai-nilai etika dan profesionalisme. Dengan adanya sanksi yang jelas, diharapkan mampu mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Langkah Penegakan Disiplin di Lingkungan Polri
Penegakan disiplin di lingkungan Polri dilakukan melalui berbagai mekanisme, termasuk sidang etik yang dipimpin oleh Komisi Kode Etik Polri. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan sanksi, tetapi juga sebagai bentuk pembelajaran bagi para anggota yang terlibat dalam pelanggaran.
Setiap keputusan yang diambil dalam sidang etik didasarkan pada Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Aturan ini menjadi pedoman dalam menentukan sanksi yang layak diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran.
Selain itu, langkah-langkah pencegahan juga dilakukan untuk menghindari terjadinya pelanggaran serupa. Misalnya, pelatihan etika dan disiplin diberikan secara berkala kepada seluruh anggota Polri. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajiban sebagai aparat negara.
Dengan sistem penegakan disiplin yang baik, diharapkan Polri dapat terus menjaga reputasi sebagai institusi yang profesional dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!