Putusan Pengadilan Negeri Sorong Menolak Gugatan Sengketa Tanah
Putusan pengadilan yang menolak gugatan sengketa tanah yang diajukan oleh Ronald Sanuddin terhadap Labora Sitorus Cs, menjadi perhatian masyarakat di wilayah Papua Barat Daya. Putusan ini telah dicatat dalam sistem E-Court dan terkait dengan perkara sengketa tanah antara PT Bagus Jaya Abadi melawan pihak Labora Sitorus Cs.
Dalam amar putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim PN Sorong pada hari Selasa (23/9/2025), gugatan tersebut dinyatakan "tidak dapat diterima" atau Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Hal ini berarti bahwa permohonan yang diajukan oleh penggugat tidak memenuhi syarat hukum yang diperlukan untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
Selain itu, putusan juga menghukum Ronald Sanuddin selaku penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp2.102.000. Biaya ini biasanya dikenakan kepada pihak yang mengajukan gugatan yang tidak sah atau tidak memenuhi kriteria hukum.
Penasihat hukum Labora Sitorus, Simon Soren, menjelaskan bahwa putusan ini menerima seluruh eksepsi yang diajukan oleh pihak tergugat. Ia menekankan bahwa eksepsi dari tergugat 1, 2, dan 3 diterima oleh majelis hakim. Dalil-dalil yang diajukan oleh pihak tergugat seperti gugatan yang kabur, gugatan kurang pihak, dan status kewarganegaraan penggugat semuanya diterima.
Salah satu poin penting yang dipertimbangkan oleh majelis hakim adalah kejelasan status kewarganegaraan Ronald Sanuddin saat memperoleh pelepasan tanah seluas 82.000 meter persegi dari Willem Buratehi. Status ini menjadi salah satu aspek krusial dalam menentukan sah atau tidaknya gugatan yang diajukan.
Menyikapi putusan ini, Simon Soren mendesak Polresta Sorong Kota untuk menindaklanjuti laporan polisi terkait dugaan penyerobotan tanah dan pemalsuan dokumen yang sebelumnya dilaporkan. Dugaan ini diduga melibatkan mantan Wali Kota Sorong, Lamberthus Jitmau.
Simon menegaskan bahwa seluruh laporan polisi harus ditindaklanjuti oleh Kapolresta Sorong Kota dengan pengawasan dari Polda Papua Barat Daya. Ia juga merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1996, yang menyatakan bahwa penangguhan proses pengadilan tidak menghalangi proses hukum di luar pengadilan. Bahkan jika putusan akhirnya adalah NO, proses hukum tetap bisa berjalan.
Dengan adanya putusan ini, pihak Labora Sitorus Cs diharapkan dapat melanjutkan aktivitas mereka di tanah yang disengketakan tanpa gangguan hukum. Namun, situasi ini juga memicu pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam pengelolaan sengketa tanah di wilayah tersebut.
Putusan ini juga menjadi contoh bagaimana sistem hukum bekerja dalam menyelesaikan konflik tanah yang kompleks. Dengan memastikan bahwa setiap gugatan memenuhi standar hukum, pengadilan berupaya menjaga keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!