
Kasus Pembunuhan yang Mengguncang Selandia Baru
Sebuah kasus pembunuhan yang sangat mengerikan akhirnya mendapatkan kepastian hukum di Selandia Baru. Seorang ibu, Hakyung Lee (45 tahun), dinyatakan bersalah atas tindakannya yang membunuh dua anaknya sendiri dan menyembunyikan jasad keduanya dalam koper selama bertahun-tahun.
Putusan ini dibacakan di Pengadilan Tinggi Auckland pada hari Selasa, 23 September 2025. Juri hanya membutuhkan waktu dua jam untuk mencapai kesimpulan dan menolak pembelaan yang diajukan oleh pengacara Lee. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Lee tidak bisa dianggap sebagai kekeliruan atau gangguan jiwa.
Pembunuhan Terjadi Pada Tahun 2018
Dua korban adalah Minu Jo (6 tahun) dan Yuna Jo (8 tahun). Keduanya meninggal dunia pada bulan Juni 2018, beberapa bulan setelah ayah mereka meninggal karena kanker. Hakim Geoffrey Venning memerintahkan Lee tetap berada dalam tahanan hingga sidang vonis yang akan digelar pada 26 November.
Di Selandia Baru, hukuman untuk kasus pembunuhan adalah penjara seumur hidup. Namun, hakim wajib menetapkan masa minimum penjara sebelum terpidana dapat mengajukan pembebasan bersyarat. Dalam kasus ini, Lee kemungkinan besar akan menjalani hukuman yang sangat panjang.
Penemuan Mengejutkan Di Unit Penyimpanan
Kasus ini baru terungkap pada tahun 2022, ketika jasad kedua anak ditemukan dalam koper di sebuah unit penyimpanan di Auckland. Penemuan tersebut terjadi setelah Lee berhenti membayar biaya sewa unit tersebut. Barang-barang di dalamnya kemudian dilelang secara daring, dan pembeli yang mengambil alih menemukan koper berisi jasad anak-anak tersebut.
Penemuan ini menggemparkan publik internasional dan langsung masuk dalam tajuk utama berbagai media dunia. Kejadian ini juga memicu banyak pertanyaan tentang bagaimana seseorang bisa menyembunyikan jasad orang yang dicintainya selama bertahun-tahun.
Dalih Gangguan Jiwa Ditolak
Selama persidangan, Lee yang sempat mewakili dirinya sendiri dengan bantuan penasihat hukum, bersikeras bahwa ia tidak waras saat kejadian. Menurut pengacaranya, Lorraine Smith, kematian suami Lee membuatnya "jatuh dalam kemerosotan mental yang dalam".
Namun, jaksa Natalie Walker menolak pembelaan tersebut. Ia menyatakan bahwa tindakan Lee setelah pembunuhan menunjukkan perhitungan matang. Menurut Walker, Lee berpikir rasional bahkan klinis saat mengambil nyawa anak-anaknya lalu menutupi kejahatan ini. Ia menilai tindakan itu sebagai tindakan egois untuk membebaskan diri dari beban mengasuh anak sendirian, bukan keputusan seorang ibu yang kehilangan akal.
Kabur Ke Korea Selatan
Setelah melakukan pembunuhan pada tahun 2018, Lee sempat melarikan diri ke Korea Selatan dan mengganti identitasnya. Otoritas Selandia Baru berhasil melacaknya dan mengekstradisinya pada November 2022 untuk menghadapi pengadilan.
Pada saat sidang dimulai pada 8 September lalu, Hakim Venning mengakui proses ini akan berat bagi Lee, bahkan memberinya izin khusus untuk mengikuti sidang dari ruangan lain. Pada hari putusan, Lee hadir di ruang sidang dengan kepala tertunduk dan rambut menutupi wajahnya saat hakim membacakan keputusan juri.
Vonis Tunggu November
Saat ini, publik menantikan keputusan vonis pada 26 November. Jika hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup dengan masa minimum yang panjang, Lee kemungkinan besar akan menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi.
Kasus ini kembali mengingatkan dunia pada gelapnya sisi tragedi keluarga yang berujung pada kekerasan domestik ekstrem. Ini menjadi peringatan bahwa kehilangan dan tekanan emosional dapat memicu tindakan yang tidak terduga dan sangat berbahaya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!