
Mantan Presiden Filipina Didakwa dengan Kejahatan Kemanusiaan
Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah didakwa oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dengan tiga tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan sedikitnya 76 orang dalam operasi pemberantasan narkoba yang dilakukan selama masa jabatannya.
Dalam surat dakwaan yang diterbitkan pada 22 September 2025, tersedia informasi bahwa tuduhan terhadap Duterte mencakup tiga periode berbeda. Pertama, ia diduga terlibat secara tidak langsung dalam 19 pembunuhan yang terjadi antara tahun 2013 hingga 2016 saat ia menjabat sebagai Wali Kota Davao City. Kedua, ada dugaan keterlibatannya dalam 14 pembunuhan "target bernilai tinggi" antara 2016 dan 2017 ketika ia menjadi presiden. Terakhir, ada 43 pembunuhan yang terjadi selama operasi pembersihan terhadap pelaku kriminal tingkat rendah antara 2016 hingga 2018.
Seluruh peristiwa tersebut terjadi di berbagai wilayah Filipina dan dilakukan baik oleh aparat kepolisian maupun aktor non-negara seperti pembunuh bayaran. Jaksa ICC menyatakan bahwa ada rencana bersama antara Duterte dan para pelaku lain untuk mengatasi kejahatan melalui tindakan keras, termasuk pembunuhan. Mereka juga menyoroti bahwa jumlah korban sebenarnya jauh lebih besar dari yang tercatat, dengan ribuan pembunuhan terjadi secara konsisten selama periode yang didakwakan.
Operasi Antinarkoba yang Berdarah
Operasi antinarkoba yang dipimpin oleh Duterte diperkirakan menewaskan lebih dari 6 ribu orang. Meskipun jumlah ini masih menjadi perdebatan, aktivis meyakini bahwa angka sebenarnya bisa mencapai puluhan ribu. Duterte sendiri tidak pernah meminta maaf atas tindakan kerasnya, yang ia yakini bertujuan untuk membersihkan negara dari kejahatan jalanan.
Para pendukung Duterte mengklaim bahwa penahanannya oleh ICC bersifat politis. Mereka menyatakan bahwa tindakan ini adalah akibat dari perselisihan keluarga Duterte dengan presiden saat ini, Ferdinand Marcos Jr. Namun, ICC tidak dapat menangkap seseorang tanpa kerja sama dari negara tempat orang tersebut berada. Marcos sebelumnya menolak untuk bekerja sama dengan pengadilan internasional ini.
Masalah Kesehatan dan Penundaan Sidang
Sidang Duterte di ICC yang dijadwalkan berlangsung akhir bulan ini harus ditunda karena pengadilan sedang mengevaluasi apakah ia layak diadili. Pengacaranya, Nicholas Kaufman, menyatakan bahwa kliennya mengalami gangguan kognitif yang membuatnya tidak mampu menghadapi persidangan. Oleh karena itu, ia meminta ICC untuk menunda proses hukum terhadap Duterte hingga waktu yang belum ditentukan.
Pernyataan ini memicu perdebatan tentang kemampuan Duterte untuk menjalani proses hukum. Pihak ICC akan menilai apakah kondisi kesehatannya memengaruhi kemampuannya dalam menghadapi persidangan. Sementara itu, presiden Marcos menunjukkan keinginan untuk rekonsiliasi dengan keluarga Duterte, meskipun hal ini belum sepenuhnya jelas bagaimana akan dilakukan.
Reaksi Publik dan Persiapan untuk Masa Depan
Duterte, yang baru saja merayakan ulang tahun ke-80, mendapat dukungan dari para pendukungnya yang meminta agar ia dibebaskan dari tuntutan ICC. Mereka percaya bahwa penahanannya tidak adil dan berpotensi merusak hubungan antara Filipina dan komunitas internasional.
Seiring dengan perkembangan kasus ini, dunia tetap mengamati bagaimana ICC akan menangani dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh mantan pemimpin negara. Proses hukum ini bisa menjadi preceden penting bagi pengadilan internasional dalam menangani kasus serupa di masa depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!