
Kinerja Indeks LQ45 yang Masih Tertinggal di Tengah Penguatan IHSG
Indeks LQ45, yang terdiri dari saham-saham keping biru atau blue chip, masih mencatatkan kinerja yang menurun sepanjang tahun berjalan (ytd). Meskipun indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penguatan signifikan hingga akhir kuartal III/2025, indeks LQ45 tetap berada di zona merah. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara kinerja saham-saham besar dengan indeks lainnya di pasar modal.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks LQ45 pada perdagangan Selasa (30/9/2025) mengalami penurunan sebesar 1,05% menjadi 793,98. Sejak awal tahun, indeks ini telah melemah sebesar 3,95%. Sementara itu, IHSG berhasil menguat sebesar 13,86% ytd, dan indeks SMC Liquid, yang merupakan indeks saham lapis kedua, juga mengalami penguatan sebesar 10,32% ytd.
Kemunduran indeks LQ45 didorong oleh kinerja buruk beberapa saham unggulan. Di antaranya adalah saham bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), yang turun sebesar 18,76% ytd. Saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) juga melemah sebesar 15,04%. Di sektor lain, saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) turun hingga 31,39%, sedangkan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) melemah sebesar 14,75%.
Menurut Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, kinerja indeks LQ45 yang lesu disebabkan oleh pelemahan saham-saham perbankan. Ia menjelaskan bahwa saham big caps di sektor perbankan menghadapi tantangan baik dari sisi makro maupun mikro. Salah satu faktor utama yang membebani adalah rendahnya permintaan kredit nasional.
Meski demikian, ada peluang untuk penguatan indeks LQ45 pada sisa tahun ini. Faktor-faktor seperti window dressing dan santa claus rally effect dapat menjadi dorongan. Nafan menyatakan bahwa secara historis, saham-saham LQ45 cenderung menghijau pada akhir tahun.
Selain itu, momentum bagi-bagi dividen interim di akhir tahun juga bisa menjadi pendorong. Head Riset Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai bahwa ada peluang catch-up rally di kuartal IV/2025. Ia menyarankan investor untuk memperhatikan saham-saham dengan katalis kuat, potensi masuk radar indeks MSCI, atau valuasi yang masih diskon.
Pengamat Pasar Modal Indonesia Reydi Octa mengatakan bahwa indeks LQ45 yang tertinggal bisa saja mengejar ketertinggalannya pada akhir tahun ini. Namun, ia menekankan bahwa investor perlu memantau kinerja fundamental saham yang undervalued namun belum terapresiasi. Dibandingkan saham dengan tingkat spekulasi tinggi, saham dengan dasar fundamental yang solid lebih disarankan.
Dengan situasi pasar yang dinamis, investor perlu mempertimbangkan berbagai faktor sebelum membuat keputusan investasi. Pergerakan pasar tidak selalu mudah diprediksi, sehingga penting untuk melakukan analisis mendalam dan memahami risiko yang terkait.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!