
Desa Sukaharja Terancam Dilelang Karena Jadi Agunan Utang Bank
Di wilayah Kabupaten Bogor, dua desa kini berada dalam ancaman dilelang karena menjadi agunan utang bank. Salah satu desa yang terkena dampaknya adalah Desa Sukaharja yang berada di Kecamatan Sukamakmur. Masalah ini muncul setelah adanya sengketa lahan sitaan BLBI dengan terpidana Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat.
Permasalahan ini bermula dari seorang pengusaha yang meminjam uang ke bank pada tahun 1983. Saat itu, jumlah utang yang dipinjam mencapai Rp 850 juta. Pinjaman tersebut diberikan oleh Direktur PT Bank Perkembangan Asia, Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat, kepada Mohamad Madrawi atas nama PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Sebagai agunan, tanah seluas 406 hektar diagunkan. Tanah tersebut merupakan tanah adat dengan bukti Girik No. C.1, 6, 7, smp No. 716 yang terletak di Desa Sukaharja.
Sekretaris Desa Sukaharja, Adi Purwanto, menjelaskan bahwa kemungkinan besar terjadi pailit sehingga tanah seluas 400 hektar di wilayah Sukaharja dijaminkan. "Nah terjadilah mungkin pailid, sehingga dijaminkan lah tanas seluas 400 hektar di wilayah Sukaharja tepat lokasinya di Gunung Batu," ujarnya pada Selasa (23/9/2025).
Pada tahun 1991, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan terkait pidana korupsi terhadap tersangka Lee Darmawan KH alias Lee Chin Kiat. Dalam putusan tersebut, lahan agunan PT. Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu disita. Namun, luas tanah yang disita meningkat dari 406 hektar menjadi 445 hektar.
Tahun 1994 menjadi titik penting dalam proses eksekusi aset sitaan. Eksekusi dilakukan oleh Satgas Gabungan BI dan Kejagung, termasuk aset di Desa Sukaharja. Namun, hasil pendataan oleh Sub Tim D Satgas Gabungan menunjukkan bahwa hanya sekitar 80 hektar lahan yang terverifikasi. Hal ini dikarenakan warga tidak pernah menjual tanah mereka, hanya menerima tanda jadi, dan nama penjual tidak dikenal.
Adi Purwanto juga menyampaikan bahwa berdasarkan pengakuan dari BLBI, ada klaim sekitar 400 hektar tanah di Desa Sukaharja. Namun, jika disinkronkan dengan kepemilikan Lee Darmawan pada tahun 1987, hanya sekitar 80 hektar yang tercatat.
Masalah ini menunjukkan kompleksitas hukum dan administrasi terkait kepemilikan tanah serta pelaksanaan eksekusi aset. Masyarakat setempat masih merasa khawatir akan nasib tanah yang menjadi agunan utang tersebut. Tantangan ini memerlukan solusi yang transparan dan adil agar tidak merugikan warga desa yang tinggal di sana.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!