Prabowo Tegaskan PBB Tetap Dibutuhkan untuk Dorong Multilateralisme

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Presiden Prabowo Subianto Tegaskan Komitmen Indonesia pada Multilateralisme

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam pidatonya pada Sidang Umum ke-80 PBB di New York, menekankan kembali komitmen negara terhadap multilateralisme. Ia menekankan peran penting Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai benteng perdamaian dunia. Dalam kesempatan ini, ia menyampaikan bahwa dunia saat ini menghadapi berbagai tantangan seperti konflik, ketidakpastian, dan ketidakadilan yang mengancam masa depan umat manusia.

Prabowo menegaskan bahwa pesimisme bukanlah pilihan. Ia meminta semua pihak untuk tetap optimis dan bekerja sama. “Kita tidak bisa menyerah. Kita harus mendekat, bukan menjauh,” ujarnya dalam pidatonya. Menurutnya, solidaritas global sangat penting dalam menghadapi tantangan ini.

Ia menyoroti bahwa dunia pasca Perang Dunia II hanya bisa bertahan karena kerja sama internasional dan institusi multilateral. PBB, menurutnya, adalah wujud nyata dari semangat tersebut. “PBB lahir dari pengorbanan jutaan jiwa. Dia diciptakan untuk menjaga keamanan, keadilan, dan kebebasan bagi semua orang. Kita harus terus memperkuatnya,” tegasnya.

Indonesia telah merasakan langsung manfaat dari kerja sama internasional. Melalui PBB dan lembaga-lembaganya, negara ini mendapat dukungan penting dalam pembangunan setelah kemerdekaan. Hal ini menjadi dasar bagi Indonesia untuk terus berkomitmen pada kerja sama multilateral.

Lebih lanjut, Prabowo menekankan bahwa Indonesia semakin dekat mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam upaya menghapus kemiskinan ekstrem. Keberhasilan ini tidak lepas dari orientasi pembangunan yang menekankan keadilan sosial dan ekonomi. Ia juga menekankan bahwa komitmen pada multilateralisme berarti keberanian untuk membela bangsa-bangsa yang masih dirampas hak-haknya.

“Hari ini kita tidak bisa berdiam diri ketika Palestina ditinggalkan keadilan dan legitimasi yang seharusnya mereka miliki,” kata Prabowo. Ia menegaskan bahwa dunia hanya bisa selamat jika menolak doktrin bahwa yang kuat boleh berbuat semaunya dan yang lemah harus menerima nasib.

“Kita harus berdiri tegak untuk semua, baik yang kuat maupun lemah. Kebenaran haruslah menjadi kebenaran, bukan kekuatan,” ujarnya. Dengan pesan itu, Prabowo mengajak seluruh negara anggota PBB untuk menghidupkan kembali semangat persatuan internasional yang melahirkan organisasi ini.

“Hanya dengan multilateralisme yang kuat, kita bisa membangun dunia yang lebih adil, damai, dan sejahtera,” tandasnya.

Kritik Terhadap PBB oleh Donald Trump

Sebelumnya, mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memberikan kritik pedas terhadap PBB dalam pidatonya pada Sidang Umum ke-80. Ia menuding lembaga internasional itu gagal menjalankan mandatnya, bahkan menciptakan masalah baru bagi dunia.

Trump menyebut laporan bahwa PBB mengalokasikan dana hingga US$372 juta pada 2024 untuk program migrasi yang disebutnya mendorong arus migran ilegal menuju AS. “Bayangkan, organisasi yang dibiayai banyak negara malah mendanai masuknya migran ilegal ke negara kita. Itu gila,” ujarnya.

Menurut Trump, kondisi ini menunjukkan PBB telah jauh menyimpang dari tujuannya. Alih-alih menjaga perdamaian dan keamanan internasional, badan dunia itu justru menambah beban negara-negara anggota, terutama AS. “Mereka tidak menyelesaikan masalah. Mereka menciptakan masalah baru. Dan siapa yang harus menanggung biayanya? Amerika,” katanya.