
Langkah Pemerintah dalam Mengatur Kebijakan Cukai Rokok
Menteri Keuangan Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, telah merencanakan untuk bertemu dengan berbagai asosiasi industri rokok. Tujuan dari pertemuan ini adalah membahas kebijakan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) yang akan diterapkan pada periode mendatang. Langkah ini dilakukan agar keputusan pemerintah tidak menghancurkan industri rokok dalam negeri, sekaligus menjaga pendapatan negara.
Purbaya menyatakan bahwa peningkatan pendapatan cukai bukanlah prioritas utama. Ia ingin menemukan langkah terbaik untuk mengatur cukai rokok. “Yang penting adalah kita ingin menjaga jangan sampai mematikan industri rokok domestik, sementara industri rokok di China tetap hidup karena mereka yang meng-supply kita,” ujarnya setelah menghadiri Rapat Paripurna DPR RI.
Ia juga berencana segera menghubungi asosiasi-asosiasi tersebut. Dalam RAPBN 2026, target bea dan cukai ditetapkan sebesar Rp336 triliun. Selain itu, Purbaya sempat menyampaikan rencana untuk memprioritaskan tindakan terhadap rokok ilegal. Instansi seperti platform niaga elektronik akan diinstruksikan untuk menghentikan penjualan rokok ilegal. Selain itu, pemeriksaan ketat akan dilakukan di toko kelontong serta jalur impor yang rawan digunakan untuk peredaran barang ilegal.
Meskipun demikian, Purbaya masih belum mengumumkan keputusan final mengenai kebijakan tarif cukai tahun depan. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sedang melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan akhir.
Pentingnya Kajian Ulang Struktur Tarif Cukai Rokok
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menilai bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang kebijakan cukai. Menurutnya, struktur tarif atau layer yang selama ini berlaku dinilai terlalu sempit. Undang-Undang saat ini menetapkan batas atas tarif cukai sebesar 57 persen. Said berpendapat bahwa layer harus dilebarkan kembali agar pemerintah dapat lebih fleksibel dalam mengambil kebijakan.
“Dengan layer yang sempit, pemerintah juga tidak bisa bergerak,” ujarnya. Perluasan layer ini, menurut Said, akan membantu para produsen skala menengah dan kecil tetap bertahan, sementara perusahaan besar tetap memberikan kontribusi signifikan.
Ia menjelaskan bahwa jika layer semakin lebar, maka industri menengah ke bawah akan memiliki ruang gerak yang lebih luas. Namun, jika layer terus dipersempit, maka industri kecil akan kesulitan bergerak.
Said menegaskan bahwa kajian mendalam tetap diperlukan karena kebijakan cukai tidak hanya memengaruhi pendapatan negara. Dampaknya juga sangat terasa dalam aspek kesehatan masyarakat.
Perang Melawan Rokok Ilegal
Data terbaru dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan bahwa rokok ilegal mencakup sekitar 61 persen dari peredaran barang ilegal. Sampai Juni 2025, DJBC telah melakukan 13.248 penindakan terhadap pelaku penyelundupan rokok ilegal. Total nilai barang yang disita mencapai Rp3,9 triliun.
Langkah-langkah yang dilakukan DJBC meliputi pengawasan ketat terhadap penjualan di toko kelontong, serta pemeriksaan terhadap jalur impor yang sering digunakan untuk peredaran rokok ilegal. Dengan adanya penindakan yang intensif, diharapkan dapat mengurangi jumlah rokok ilegal yang beredar di masyarakat.
Perang melawan rokok ilegal menjadi salah satu fokus utama pemerintah, karena selain merugikan negara secara finansial, rokok ilegal juga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam upaya mengatasi masalah ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!