
Dalam sidang praperadilan yang dilakukan terhadap Delpedro Marhaen dan tiga aktivis lainnya, yaitu Muzaffar Salim, Khariq Anhar, dan Syahdan Husein, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) mengungkapkan beberapa temuan penting. Keempat individu tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penghasutan dalam demonstrasi yang berlangsung di Jakarta pada akhir Agustus 2025.
Menurut TAUD, proses penetapan tersangka ini dinilai tidak sah karena para aktivis tersebut belum pernah diperiksa sebagai saksi atau calon tersangka sebelumnya. Hal ini disampaikan oleh Muhammad Al Ayyubi Harahap, anggota tim kuasa hukum, dalam konferensi pers di Kantor Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, pada Ahad, 26 Oktober 2025.
“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014 menyatakan bahwa penetapan tersangka harus memenuhi dua alat bukti yang cukup serta dilengkapi dengan pemeriksaan calon tersangka,” ujarnya.
Yubi menjelaskan bahwa meskipun penyidik memiliki bukti yang cukup, mereka tetap wajib memeriksa seseorang sebagai saksi atau calon tersangka sebelum menetapkannya sebagai tersangka. Tujuan dari putusan MK ini adalah untuk memastikan transparansi dan mencegah pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam forum pemeriksaan calon tersangka, seseorang diberi kesempatan untuk menjelaskan tuduhan yang dituduhkan kepadanya sebelum mendapatkan predikat tersangka. Yubi juga menyebutkan bahwa putusan MK ini pernah diterapkan di Pengadilan Negeri Bandung pada Juli 2024 lalu.
Dalam sidang praperadilan tersebut, hakim membatalkan status tersangka terhadap seseorang karena penyidik tidak pernah memeriksa dia sebelum menetapkan sebagai tersangka. Putusan hakim tersebut merujuk langsung pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014.
Delpedro cs ditangkap oleh polisi atas tuduhan penghasutan dalam demonstrasi yang berlangsung pada 25 dan 28 Agustus 2025. Mereka dituduh telah menghasut massa untuk bertindak rusuh saat unjuk rasa.
Mereka dikenakan Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 45A ayat 3 juncto Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau Pasal 76H juncto Pasal 15 juncto Pasal 87 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kuasa hukum mereka, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), sebelumnya telah mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan tersangka mereka. TAUD menyatakan bahwa penetapan para aktivis itu tidak sah sehingga harusnya batal demi hukum.
Permohonan praperadilan Delpedro terdaftar dengan nomor perkara 132/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Termohon dalam gugatan ini yakni Direktur Reserse Siber dan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Gugatan itu dijadwalkan diputus pada Senin, 27 Oktober 2025.


Komentar
Tuliskan Komentar Anda!