
Sidang Nikita Mirzani: Bocornya Rekening Bank dan Proses Hukum yang Berlangsung
Sidang terhadap artis ternama Nikita Mirzani kembali menarik perhatian publik. Kasus ini terkait dugaan pencemaran nama baik dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan dr Reza Gladys, pemilik produk kecantikan Glafidsya. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (14/8/2025), pihak perbankan hadir sebagai saksi, termasuk dari Bank Central Asia (BCA). Mereka membuka data mutasi rekening Nikita Mirzani, yang memicu protes keras dari sang artis.
Dalam sidang tersebut, staf hukum BCA, Ilham Putra Susanto, mengungkapkan sejumlah transaksi besar yang terjadi di rekening Nikita antara November 2024 hingga Februari 2025. Transaksi itu mencakup setoran tunai, transfer dari asistennya Ismail Marzuki, serta transfer dari dokter Oky Pratama. Nikita langsung bereaksi dengan nada tinggi, menyatakan bahwa pihak bank tidak memberikan konfirmasi sebelum membuka data rekeningnya.
Nikita merasa data keuangan pribadinya tidak aman dan akan melayangkan somasi kepada BCA. Ia menilai bahwa pembukaan data tanpa pemberitahuan lebih dahulu melanggar prinsip kerahasiaan nasabah. “Berarti bank Anda sudah tidak aman ya. Saya sebagai nasabah merasa tidak aman,” katanya.
Penjelasan Nikita atas Transaksi yang Diungkap
Nikita kemudian menjelaskan asal usul uang dalam rekeningnya. Beberapa transaksi besar disebut berasal dari hasil pekerjaannya. Contohnya:
- Setor tunai Rp 100 juta pada Desember 2024 dengan keterangan Falcon Comic 8, yang ia klaim sebagai honor menjadi juri Comic 8: Revolution.
- Transfer Rp 35 juta dan Rp 50 juta dari Ismail Marzuki, diklaim sebagai bayaran endorsement media sosial.
- Transfer Rp 250 juta sebanyak tiga kali dari Ismail (November 2024), disebut sebagai bayaran off air menyanyi dengan kontrak Rp125 juta per 45 menit.
Ia menegaskan bahwa semua uang tersebut berasal dari pekerjaannya. “Rp 250 juta itu adalah uang off air saya nyanyi. Saya nyanyi itu Rp125 juta cuma 45 menit, saya bisa tunjukkan kontraknya. Ini semua uang pekerjaan saya,” tegas Nikita.
Tanggapan dari Bank Central Asia (BCA)
Menanggapi polemik ini, BCA memberikan klarifikasi resmi. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa bank wajib tunduk pada hukum, termasuk dalam memenuhi permintaan aparat penegak hukum. “BCA sebagai lembaga perbankan tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, termasuk kewajiban untuk memenuhi permintaan data oleh aparat penegak hukum sesuai ketentuan Undang-Undang di Republik Indonesia,” ujar Hera.
Ia juga menegaskan bahwa BCA tetap menghormati proses hukum dan berkomitmen menjaga kerahasiaan data nasabah. “Perlu kami tegaskan bahwa BCA senantiasa berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kerahasiaan data nasabah sesuai ketentuan hukum yang berlaku.”
Pandangan dari Praktisi Hukum
Praktisi hukum Firman Candra memberikan pandangan tentang kehadiran pihak perbankan dalam persidangan. Menurutnya, hal tersebut sudah sesuai prosedur hukum. “Sah-sah saja jaksa penuntut umum menghadirkan siapapun, pasti sudah melewati sebuah tahapan-tahapan. Kalau memang perbankan, pasti sudah di-BAP juga waktu penyidikan.”
Firman menambahkan bahwa langkah ini penting untuk menguji kesesuaian bukti. “Supaya apa? Kesesuaian fakta antara bukti transfer, bukti rekening koran, bukti tabungan, dikuatkan dengan kesaksian fakta. Jadi, itu adalah hak dari jaksa penuntut umum menghadirkan siapapun dari banknya. Tidak ada pelanggaran hukum di situ.”
Latar Belakang Kasus Hukum Nikita Mirzani
Nikita Mirzani didakwa melakukan pemerasan dan TPPU terhadap dr Reza Gladys bersama asistennya, Ismail Marzuki. Kasus ini berawal dari kritik terhadap produk Glafidsya di media sosial pada Oktober 2024. Tak lama kemudian, Nikita menuding produk tersebut berbahaya melalui siaran langsung TikTok. Reza kemudian melaporkan dugaan pemerasan setelah menyerahkan uang Rp 4 miliar melalui perantara.
Atas perbuatannya, Nikita dijerat dengan beberapa pasal, termasuk:
- Pasal 27B ayat (2) UU No. 1/2024 tentang ITE;
- Pasal 369 KUHP tentang pemerasan;
- Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8/2010 tentang TPPU.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!