Menteri Perhubungan Akan Bubarkan Jembatan Timbang, Ini Tanggapan Felix Iryantomo

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penutupan Jembatan Timbang: Kebijakan yang Perlu Dikaji Lebih Mendalam

Beberapa waktu lalu, seorang pejabat tinggi di Kementerian Perhubungan menyampaikan pernyataan menarik terkait rencana pembubaran Jembatan Timbang (JT) dengan alasan bahwa JT menjadi tempat pungutan liar. Pernyataan tersebut memicu berbagai pertanyaan dan perdebatan mengenai kebenaran tuduhan tersebut.

Pengemudi angkutan barang dan petugas JT sendiri mungkin lebih paham tentang kondisi nyata di lapangan. Mereka sering kali menjadi saksi langsung atas segala bentuk pelanggaran atau tindakan tidak sesuai aturan. Oleh karena itu, penting untuk melibatkan mereka dalam diskusi terkait rencana pembubaran JT ini.

Membaca pernyataan Menhub tersebut, mengingatkan penulis pada situasi serupa yang terjadi sekitar 40 tahun silam, tepatnya pada tahun 1985. Saat itu, panglima komando operasi keamanan dan ketertiban, Laksamana Sudomo, memerintahkan penutupan seluruh JT di Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1985. Selain itu, atribut seragam aparat Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (LLAJ) juga diperintahkan untuk “dihancurkan” atau tidak digunakan lagi.

Tindakan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Ir. Giri Suseno, MSME, dengan mengeluarkan Instruksi Nomor L.1/1./11 Tahun 1985. Isi instruksi tersebut adalah agar seluruh aparat LLAJ di pusat maupun daerah fokus pada tugas-tugas transportasi murni, bukan pada aktivitas lain yang bisa menimbulkan kesalahpahaman.

Kembali ke pernyataan Menhub saat ini, penting untuk ditanyakan apakah ada oknum petugas yang telah ditangkap karena melakukan pungli. Jika ya, apakah mereka sudah mendapat sanksi yang sesuai? Pertanyaan ini sangat penting agar pernyataan Menhub benar-benar didasarkan pada fakta, bukan sekadar tuduhan yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi para petugas di lapangan.

Selain itu, perlu dipertimbangkan bahwa pengelolaan JT kini berada di bawah Unit Kerja Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) di seluruh Indonesia. BPTD merupakan kepanjangan tangan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di tingkat daerah. Dengan struktur ini, seharusnya pengelolaan JT terstandarisasi dan tidak ada perbedaan antar daerah, termasuk dalam hal kompetensi SDM yang bertugas di masing-masing JT.

Fungsi JT sebenarnya tidak hanya terbatas pada pengawasan muatan dan dimensi truk. JT juga bisa menjadi lokasi pendataan asal dan tujuan barang yang diangkut serta jenis komoditi yang dibawa. Data ini sangat berharga sebagai indikator perekonomian suatu daerah. Sayangnya, hampir tidak pernah ada publikasi resmi dari Kementerian Perhubungan yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

Menhub juga menyampaikan bahwa rencana pembubaran JT akan diikuti dengan pemasangan perangkat Weigh In Motion (WIM). Perangkat ini mampu menimbang kendaraan saat bergerak, sehingga mengurangi interaksi antara petugas dan pengemudi. Rencana ini sudah dibahas dengan PT. Jasa Marga, sebuah BUMN yang mengelola jaringan jalan tol di Indonesia.

Namun, perlu dipertanyakan bagaimana Kementerian Perhubungan akan mengawasi lalu lintas angkutan barang di seluruh Indonesia, terutama di jalan-jalan nasional yang belum memiliki jaringan jalan tol. Apalagi jika dikaitkan dengan target pemerintah yaitu mencapai zero Truk ODOL pada tahun 2027. Pernyataan Menhub tentang pembubaran JT terkesan tidak selaras dengan tujuan tersebut.

Sebagai solusi, mungkin Menhub bisa mempertimbangkan untuk melakukan perjalanan keliling Indonesia menggunakan moda jalan. Misalnya, mulai dari Sumatera pada akhir tahun 2025, lalu Jawa pada semester pertama 2026, dan seterusnya ke Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, hingga daerah-daerah lainnya. Dengan perjalanan seperti ini, Menhub bisa lebih memahami kondisi angkutan jalan yang menjadi urat nadi logistik dan perekonomian Indonesia.

Dari perjalanan tersebut, bisa diperoleh data atau gambaran nyata yang selama ini belum diketahui oleh Menhub. Hal ini sangat bermanfaat sebagai dasar pengambilan kebijakan dan keputusan dalam menjalankan tugas dan fungsi Kementerian Perhubungan.