Program MBG Banyumas Dikecam, Kepala SPPG Pilih Tutup Mulut

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Program MBG Banyumas Dikecam, Kepala SPPG Pilih Tutup Mulut

Program Makan Bergizi Gratis di Banyumas Menghadapi Berbagai Tantangan

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh pemerintah pusat dan telah berjalan sejak Februari 2025 di Kabupaten Banyumas kini menjadi sorotan publik. Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan gizi siswa serta mengurangi beban ekonomi orang tua. Namun, dalam pelaksanaannya, program ini menghadapi berbagai tantangan teknis, kualitas makanan, dan distribusi yang tidak merata.

Di tengah keluhan yang terus bertambah, respons dari jajaran pelaksana program di lapangan, khususnya para Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), terlihat minim. Hingga Jumat (22/8/2025), belum ada penjelasan resmi yang diberikan oleh pihak terkait. Upaya meminta klarifikasi dari beberapa pihak juga tidak memberikan hasil yang memuaskan.

Salah satu contohnya adalah Kepala SPPG Gor Satria, Amira, yang menolak memberikan keterangan. Ia hanya menyampaikan permintaan maaf dan menyarankan untuk menghubungi SPPG lain. Meski demikian, hingga saat ini, koordinator wilayah Banyumas, Luky Ayu, serta pihak SPPG Brobahan belum memberikan tanggapan.

Ketidakresponsifan ini justru berbanding terbalik dengan meningkatnya keluhan dari para penerima manfaat MBG. Sekolah-sekolah dan orang tua mulai menyuarakan ketidakpuasan terhadap kualitas makanan, rasa, dan distribusi yang tidak merata.

Keluhan dari Sekolah dan Orang Tua

Salah satu sekolah yang aktif memantau kualitas makanan adalah SDN 4 Kranji, Purwokerto. Guru kelas Menik Galuh (32) menjelaskan bahwa pihak sekolah selalu memeriksa kondisi makanan sebelum dibagikan kepada siswa. "Masakannya pagi banget, jadi dalam keadaan panas kemudian langsung dimasukkan ke box. Sayurnya ketika akan dimakan jadi layu dan kurang segar," ujarnya.

Menik menegaskan bahwa jika menemukan sayuran yang tidak layak atau susu yang menggumpal, pihak sekolah tidak akan memberikannya kepada siswa. Ia juga menjaga komunikasi intensif dengan penyedia makanan agar masalah bisa segera ditangani.

Di tingkat lebih tinggi, SMKN 2 Purwokerto juga menyampaikan keluhan. Yosafat Arunaseta, siswa di sekolah tersebut, mengeluhkan porsi makanan yang kurang, menu yang monoton, dan keterlambatan distribusi. "Kadang porsinya kurang, menunya juga gitu-gitu aja, dan sering telat datangnya," katanya.

Selain itu, Aurora Fairus, siswi kelas 12, menyebutkan bahwa rasa makanan MBG sering tidak konsisten. "Kadang keasinan, kadang hambar. Jadi nggak konsisten," ujarnya. Rekannya, Stanley Disatria, menambahkan bahwa tingkat kematangan dan rasa berbeda-beda antara satu makanan dengan yang lain.

Masalah Distribusi di Wilayah Pinggiran

Di wilayah pinggiran, suara ketimpangan mulai mencuat. Muji Lestari, orangtua siswa SDN 4 Tunjung, Kecamatan Jatilawang, mengaku hingga kini anaknya belum pernah mendapatkan jatah MBG. "Belum, sampai sejauh ini belum dapat. Sebenarnya kita menantikan segera ada," ujarnya.

Ia berharap program ini segera menjangkau desa-desa agar tidak memicu kecemburuan sosial. "Yang di pinggiran kaya kita juga harusnya diprioritaskan," tambahnya.

Masalah Operasional Dapur dan Kualitas Makanan

Beberapa masalah operasional dapur juga tercatat. Dapur MBG pertama di Kelurahan Kranji sempat berhenti beroperasi karena kendala teknis. Akibatnya, distribusi makanan ke 2.670 siswa dari jenjang TK hingga SMK sempat terganggu.

Keluhan terhadap kualitas makanan mencakup ayam yang terlalu kering, buah yang tidak segar, hingga bau sabun dari kotak makanan. Bahkan ditemukan ulat pada buah. Meski demikian, sejumlah sekolah mulai menerapkan SOP ketat untuk uji kualitas makanan sebelum dibagikan ke siswa.

Meskipun begitu, banyak sekolah tetap melihat manfaat besar dari MBG bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Mereka mendesak agar evaluasi program dilakukan secara berkala, dengan melibatkan ahli gizi dan akademisi untuk mengukur dampak terhadap kesehatan dan konsentrasi belajar siswa.

Di SMAN 2 saja, total penerima manfaat program mencapai 1.181 siswa. Minimnya respons dari para Kepala SPPG di tengah munculnya berbagai persoalan menjadi sorotan tersendiri. Ketika kritik dan masukan muncul dari masyarakat, pelaksana program di tingkat daerah semestinya tampil.