Armada Bantuan Gaza Diserang Drone di Laut Internasional, Aktivis Sebut Intimidasi dari Israel

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Serangan Kembali Terjadi pada Armada Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Armada bantuan kemanusiaan Global Freedom Flotilla yang sedang bergerak menuju Gaza kembali menghadapi ancaman serius. Para penyelenggara melaporkan bahwa kapal-kapal mereka diserang oleh drone tak dikenal di perairan internasional pada malam hari Selasa (23/9/2025). Ledakan terdengar di sekitar kapal, proyektil dijatuhkan, dan komunikasi terganggu akibat jamming elektronik. Meskipun tidak ada korban jiwa atau kerusakan besar, insiden ini menambah daftar panjang tekanan yang dialami para aktivis sejak armada tersebut berangkat awal September lalu.

Global Freedom Flotilla terdiri dari sekitar 50 kapal. Misi utama mereka adalah menembus blokade Israel yang sudah berlangsung selama 18 tahun dan menyampaikan bantuan kemanusiaan, terutama pasokan medis, ke Gaza. Wilayah Gaza dengan populasi 2,4 juta jiwa telah berada di bawah kepungan ketat sejak pertengahan 2000-an. Setelah eskalasi konflik terbaru pada Oktober 2023, lebih dari 65.000 warga Palestina dilaporkan tewas. Situasi ini mendorong beberapa aktivis internasional untuk mengirimkan bantuan langsung melalui jalur laut.

Pihak Aktivis Menilai Serangan sebagai Intimidasi Psikologis

Menurut Komite Internasional untuk Membongkar Blokade Gaza, gangguan terbaru terjadi saat drone menjatuhkan proyektil di dua kapal, Yulara dan Ohwayla. Salah satu proyektil berupa bom asap, sementara yang lain menghantam penghalang kapal sebelum jatuh ke laut. Di saat bersamaan, terdengar dua ledakan keras yang diduga berasal dari granat kejut. Tidak kurang dari 15 drone terbang rendah di atas kapal Alma, sementara lima lainnya berputar-putar di sekitar kapal Deir Yassin.

“Semua kapal langsung mengaktifkan protokol darurat,” demikian pernyataan komite. Mereka juga melaporkan adanya jamming elektronik yang mengacaukan sistem komunikasi. Pihak flotilla menyebut serangan-serangan tersebut sebagai bagian dari “operasi psikologis” yang bertujuan melemahkan moral para aktivis. Mereka menilai upaya Israel dan sekutunya untuk memperpanjang penderitaan di Gaza sangat menjijikkan. Namun, tekad mereka jauh lebih kuat, dan taktik ini tidak akan menghentikan misi mereka.

Pengalaman dari Dalam Kapal

Dari dalam kapal, aktivis Brasil Thiago Avila mengirimkan video kesaksian. Ia melaporkan bahwa sudah terjadi sepuluh ledakan di sekitar flotilla. “Mereka menargetkan kapal-kapal layar kecil, mencoba merusak layar dengan perangkat yang bisa melukai manusia maupun menghancurkan perahu,” ujarnya. Avila menegaskan bahwa seluruh dunia harus mengetahui situasi ini. Meski berada dalam tekanan, ia menegaskan para aktivis tidak akan mundur. “Kami tahu apa yang kami lakukan adalah hal yang benar. Itu sebabnya kami akan terus maju,” katanya.

Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, turut menanggapi. Melalui unggahan di X, ia meminta adanya “perhatian internasional dan perlindungan segera” bagi flotilla. Menurutnya, armada bantuan itu telah diserang setidaknya tujuh kali dalam waktu singkat. Bentuk serangan beragam, mulai dari bom suara, flare, bahan kimia, hingga gangguan radio yang membuat panggilan darurat tak tersampaikan. “Ini adalah misi kemanusiaan yang dilindungi hukum internasional, namun justru menjadi sasaran serangan,” tulis Albanese.