
Kebijakan Impor BBM yang Diubah Mengakibatkan Kelangkaan di SPBU Swasta
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menyampaikan kritik terhadap kebijakan impor bahan bakar minyak (BBM) yang diubah oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurutnya, perubahan tersebut justru memicu kelangkaan pasokan di SPBU swasta.
Fahmy menilai bahwa langkah ini merupakan desain kebijakan yang pada akhirnya memaksa pelaku usaha swasta untuk membeli pasokan BBM dari PT Pertamina (Persero) dengan harga yang lebih mahal. Hal ini menimbulkan beban tambahan bagi SPBU swasta dan berdampak pada penurunan margin keuntungan mereka.
Perubahan Aturan Periode Impor
Akar masalah berawal dari perubahan aturan periode impor BBM. Sebelumnya, izin impor diberikan selama satu tahun. Namun, aturan tersebut kemudian diubah menjadi enam bulan. Dengan perubahan ini, SPBU swasta tidak lagi memiliki fleksibilitas dalam mengatur pasokan BBM.
Menurut Fahmy, perubahan ini membuat SPBU swasta kesulitan dalam menjaga stok yang cukup. Akibatnya, terjadi krisis stok di beberapa tempat. Setelah krisis ini muncul, Menteri ESDM Bahlil memaksa SPBU swasta untuk membeli BBM dari Pertamina.
Harga BBM yang Lebih Mahal
Pembelian BBM melalui Pertamina menimbulkan beban tambahan bagi SPBU swasta karena harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan harga pasar. Hal ini menyebabkan biaya operasional meningkat dan margin keuntungan operator berkurang.
“Pembelian BBM di Pertamina ini pasti jauh lebih mahal, yang menyebabkan biaya operasional SPBU swasta meningkat dan menurunkan margin,” ujarnya.
Ancaman terhadap Keberadaan SPBU Swasta
Fahmy juga memperingatkan bahwa jika kebijakan semacam ini terus diterapkan, keberadaan SPBU swasta bisa terancam. Tidak hanya berdampak pada kemungkinan penutupan usaha, tetapi juga bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan mengganggu iklim investasi.
“Jika kondisi ini terus berkelanjutan, bisa-bisa menyebabkan SPBU swasta bangkrut. Bahkan tidak sedikit dari mereka bisa hengkang dari Indonesia. Dampak yang dirasakan tentu ada PHK dan menjadikan iklim investasi memburuk.”
Dampak terhadap Target Pertumbuhan Ekonomi
Situasi ini, menurut Fahmy, akan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan Presiden Prabowo sebesar 8 persen. Ia menilai bahwa target tersebut akan sulit tercapai jika kebijakan ini terus berlanjut.
Beberapa poin penting yang dapat disimpulkan dari analisis Fahmy adalah:
- Perubahan aturan impor yang tidak memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
- Harga BBM yang lebih mahal saat dibeli dari Pertamina.
- Ancaman terhadap keberlangsungan SPBU swasta, termasuk risiko PHK dan pengurangan investasi.
- Dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, yang bisa terhambat jika situasi tidak segera diperbaiki.
Dengan demikian, perlu adanya evaluasi terhadap kebijakan impor BBM agar tidak merugikan pelaku usaha swasta dan membahayakan stabilitas ekonomi nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!