
Penyelidikan Korupsi Penggelapan Tanah Negara di Sumatera Utara
Indonesia Audit Watch (IAW) menyambut baik langkah Kejaksaan Agung dalam melakukan pemeriksaan terhadap Direksi Ciputra Grup dan PT Nusa Dua Propertindo terkait dugaan korupsi penggelapan tanah negara. Sebagai pelapor, IAW berharap segera ada pengumuman mengenai para tersangka yang terlibat dalam kasus ini.
Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyampaikan harapan agar penyidikan segera dilanjutkan dan penetapan tersangka dilakukan sesegera mungkin. Menurutnya, hal ini penting untuk memastikan keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus yang menimbulkan kerugian negara besar-besaran.
Iskandar mengungkapkan bahwa telah terbit surat perintah penyelidikan Nomor: Prin-9/fd.1/06/2025, yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan Jampidsus pada 10 Juni 2025. Surat tersebut menjadi dasar bagi Kejagung dalam menjalankan proses penyelidikan lebih lanjut.
Selain Direksi Ciputra Grup dan PT Nusa Dua Propertindo, Kejagung juga telah memeriksa pejabat dari Dinas Penataan Ruang dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Deliserdang. Langkah ini menunjukkan komitmen Kejagung dalam mengungkap seluruh aspek kasus yang terjadi.
Iskandar meyakini bahwa kasus ini dapat dibongkar dengan mudah oleh Kejagung, terlebih adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan adanya perbuatan melawan hukum serta kerugian negara yang signifikan. Temuan BPK menjadi bukti kuat dalam proses penyelidikan yang sedang berlangsung.
Proyek Kota Deli Megapolitan yang Diduga Melibatkan Korupsi
Diketahui, ribuan hektare tanah milik negara di Medan, Binjai, dan Deliserdang, Sumatera Utara, disulap menjadi kota-kota satelit seperti Kota Deli Megapolitan (KDM). Diduga, terjadi penggelapan tanah negara oleh PT Nusa Dua Propertindo, yang merupakan anak usaha PTPN II, bekerja sama dengan PT Ciputra KPSN, anak usaha PT Ciputra Development Tbk, sebagai pengembang.
Iskandar menyebutkan dugaan adanya kerja sama operasional fiktif, penghapusan aset secara ilegal, hingga penerbitan sertifikat tanah tanpa dasar hukum. Taksiran kerugian negara mencapai minimal Rp200 triliun hingga maksimal Rp300 triliun. Jika terbukti, kasus ini bisa menjadi salah satu korupsi terbesar di daerah dalam sejarah Indonesia.
Pemeriksaan Pejabat Terkait Kasus Korupsi
Sebelumnya, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (Kadis Cikataru) Kabupaten Deliserdang, Rahmatsyah bersama Kepala Bidang Penataan Ruang, Damoz Hutagalung, menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Agung. Pemeriksaan ini berkaitan dengan penyelidikan tindak pidana dugaan korupsi pada penjualan aset PT Perkebunan Nusantara I Region I oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP) melalui Kerjasama Operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land.
Tindak lanjut kasus ini didasarkan pada surat perintah penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Prin-9/fd.1/06/2025 tanggal 10 Juni 2025. Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa surat pemanggilan dari Kejaksaan Agung kepada Kepala Dinas Rahmatsyah Siregar serta Damoz Hutagalung ditandatangani oleh Jaksa Muda Utama Nurcahyo JM SH MH, pada 30 Juli 2025 kemarin.
Sementara itu, Kadis Cikataru Rahmatsyah belum memberikan tanggapan saat dikonfirmasi via seluler. Selain Kadis dan Kabid Dinas Cikataru, Kejagung juga memeriksa pihak PTPN, PT NDP, dan Ciputra dalam tindak pidana korupsi pada penjualan Aset I, Regional 1 oleh PT Nusa Dua Propindo melalui Kerjasama Operasional (KSO) dengan PT Ciputra.
Awal Kasus Berawal dari Laporan BPK
Kasus ini bermula dari temuan signifikan BPK RI pada pengelolaan proyek Kota Deli Megapolitan (KDM) dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) nomor: 26/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024. BPK melakukan audit kepatuhan pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi PTPN2 yang kini menjadi PTN 1 Regional I di Sumatera Utara periode 2021 hingga semester I tahun 2023.
Fokus pemeriksaan BPK adalah pada kerjasama PTPN2 dengan PT Ciputra KPSN (CKPSN) dalam pembangunan proyek KDM. Salah satu temuan utama BPK adalah tidak adanya Rencana Kerja Tahunan (RKT) untuk proyek KDM. Padahal, Master Cooperation Agreement (MCA) antara PTPN2 dan PT CKPSN mewajibkan penyusunan RKT yang disepakati melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).
RKT seharusnya membuat rincian perkiraan belanja modal, pendapatan, pengeluaran, luas lokasi, harga minimum serta ketentuan lainnya. BPK telah meminta dokumen RKT, namun hingga pemeriksaan lapangan berakhir pada 29 Desember 2023, dokumen tersebut tidak diserahkan oleh PTPN2 maupun PT CKPSN.
Penjelasan General Manager PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) bahwa RKT belum disusun karena proyek masih dalam tahap pembersihan lahan terbukti tidak akurat. Pembangunan di kawasan Residensial Helvetia telah selesai dan PT DMKR telah menerima pendapatan dari penjualan properti. Ketiadaan RKT mengakibatkan PTPN2 tidak mengetahui rincian pendapatan, luas alokasi lahan, dan informasi penting lainnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!