Eks Direktur Lombok Plaza Dolly Divonis Rp15,2 Miliar dalam Kasus NCC

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Eks Direktur Lombok Plaza Dolly Divonis Rp15,2 Miliar dalam Kasus NCC

Mantan Direktur PT Lombok Plaza Dituntut 12 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi NCC

Seorang mantan direktur dari perusahaan PT Lombok Plaza, Dolly Suthajaya Nasution, dituntut dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun terkait kasus korupsi dalam pembangunan NTB Conventions Center (NCC). Tuntutan ini disampaikan oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Mataram.

Dalam sidang yang berlangsung pada Senin (29/9/2025), Hendarsyah Yusuf Permana, yang mewakili jaksa penuntut umum, menyampaikan bahwa pihaknya meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana terhadap Dolly. Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut denda sebesar Rp750 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan.

Selain itu, jaksa juga meminta agar Dolly dikenakan kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp15,2 miliar. Uang pengganti ini dimaksudkan untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat adanya kerugian yang timbul dari pemanfaatan aset daerah dengan pola bangun guna serah (BGS).

Menurut jaksa, kerugian keuangan negara ini dihitung berdasarkan laporan akuntan publik. Rincian kerugian mencakup hilangnya hak penerimaan nilai bangunan pengganti Laboratorium Kesehatan Masyarakat senilai Rp7,2 miliar dan hilangnya hak penerimaan imbalan tahunan atau royalti bagi Pemerintah Provinsi NTB atas pembangunan NCC dan fasilitas pendukungnya sebesar Rp8 miliar.

Hendar, jaksa yang menyampaikan tuntutan, mengatakan bahwa pembangunan gedung pengganti Labkesda dan royalti menjadi kewajiban dari pihak mitra, termasuk Dolly. Oleh karena itu, menurutnya, sangat adil dan pantas jika Dolly diberikan kewajiban untuk membayar uang pengganti.

Tuntutan yang diajukan oleh jaksa didasarkan pada perbuatan Dolly yang terbukti melanggar dakwaan primer, yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, Dolly juga diduga melanggar Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Beberapa hal penting yang menjadi dasar tuntutan jaksa adalah adanya indikasi kesengajaan dan kelalaian dalam proses pembangunan NCC. Hal ini menunjukkan bahwa Dolly tidak hanya bertanggung jawab secara administratif, tetapi juga secara hukum atas kerugian yang dialami negara.

Sidang ini menjadi langkah penting dalam upaya memastikan adanya keadilan dalam kasus korupsi yang menimpa salah satu proyek infrastruktur penting di wilayah Nusa Tenggara Barat. Dengan tuntutan yang diajukan, jaksa berharap dapat memberikan contoh nyata bahwa pelaku tindak pidana korupsi akan dihukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Pemenuhan tuntutan hukum ini juga menjadi bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat sistem pencegahan korupsi serta meningkatkan transparansi dalam pengelolaan aset daerah. Dengan demikian, masyarakat dapat merasa lebih aman dan percaya bahwa pemerintah akan menegakkan hukum secara adil dan tegas.