
Harga Ethereum Mengalami Fluktuasi Besar, Tapi Ada Tanda-tanda Positif
Harga Ethereum (ETH) sempat mencapai rekor tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) pada malam Sabtu lalu. Pada saat itu, harga ETH berada di kisaran USD 4.955 atau sekitar Rp 80,7 juta. Namun, hanya beberapa jam kemudian, harga ETH mengalami penurunan tajam hingga 9 persen, turun ke level USD 4.352 atau sekitar Rp 70,8 juta. Penurunan ini terjadi pada dini hari Minggu, tepatnya tanggal 26 Agustus.
Koreksi yang terjadi tidak hanya memengaruhi harga ETH, tetapi juga menyebabkan penurunan signifikan dalam kapitalisasi pasar Ethereum. Sebelumnya, kapitalisasi pasar ETH mencapai hampir USD 600 miliar (Rp 9.780 triliun), namun setelah penurunan, angka tersebut turun menjadi USD 529 miliar (Rp 8.622 triliun) dalam hitungan jam. Hal ini menunjukkan bahwa fluktuasi pasar kripto secara keseluruhan sedang mengalami tekanan.
Bitcoin (BTC) juga ikut terpengaruh oleh situasi ini. Meskipun sebelumnya BTC sempat naik karena sentimen positif dari pidato dovish Ketua The Fed Jerome Powell di Jackson Hole, harga BTC akhirnya turun ke level terendah sejak 10 Juli, yaitu USD 110.584 (Rp 1,79 miliar). Namun, setelah itu, harga BTC mulai pulih dan kembali berada di kisaran USD 112.000 (Rp 1,82 miliar).
Selain Bitcoin, banyak altcoin lain juga mengalami penurunan. XRP turun 4,3 persen, Solana (SOL) ambles 6,8 persen, Dogecoin (DOGE) jatuh 8,9 persen, dan SUI merosot 9,1 persen. Bahkan Chainlink (LINK), yang sebelumnya tampil kuat selama seminggu terakhir, juga turun 8 persen.
Menurut data dari Coinglass yang dikutip News.Bitcoin, penurunan harga ETH menyebabkan likuidasi posisi long senilai USD 221 juta (Rp 3,6 triliun) dalam waktu 24 jam. Ditambah dengan likuidasi posisi short sebesar USD 45 juta (Rp 733 miliar), total nilai posisi yang dilikuidasi mencapai USD 266,36 juta (Rp 4,3 triliun). Situasi ini menunjukkan bahwa investor kripto sedang menghadapi tekanan besar.
Namun, di balik kepanikan jangka pendek, sentimen institusi terhadap ETH justru semakin positif. Salah satu contohnya adalah Bitmine Immersion Technologies (BMNR), yang baru-baru ini mengumumkan pembelian tambahan 190.500 ETH untuk memperkuat portofolio mereka menjadi total 1,71 juta ETH atau senilai Rp 117,7 triliun. Chairman Bitmine, Thomas Lee, mengatakan bahwa ini adalah minggu kedua mereka berhasil menarik dana institusi dalam skala besar, dan mereka ingin menjadi pelopor dalam strategi treasury berbasis ETH.
Tidak hanya Bitmine, ada juga "whale" Bitcoin yang disebut sebagai OG Bitcoin. Ia dilaporkan telah menjual 22.769 BTC (senilai sekitar Rp 414 triliun) dan menggunakan dana tersebut untuk membeli 472.920 ETH secara spot, serta membuka posisi long sebesar 135.265 ETH.
Selain itu, perusahaan publik seperti ETHZilla juga mulai memperhatikan ETH. Dalam laporan terbarunya, ETHZilla mengungkapkan bahwa mereka kini memiliki lebih dari 102.000 ETH senilai lebih dari USD 489 juta (sekitar Rp 7,9 triliun). Perusahaan ini juga mengumumkan program pembelian kembali saham senilai USD 250 juta sebagai bentuk komitmen kepada para pemegang saham.
Adopsi institusional terhadap ETH menunjukkan tren yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika dulu hanya Bitcoin yang dijadikan aset simpanan oleh perusahaan, kini Ethereum mulai mencuri perhatian. Contohnya adalah GameSquare, perusahaan perangkat lunak yang telah menginvestasikan USD 5 juta (Rp 81,5 miliar) dalam bentuk ETH dan berencana menambah hingga USD 100 juta (Rp 1,63 triliun).
Pada Juli 2025 saja, produk investasi berbasis ETH mencatat arus masuk dana sebesar USD 907 juta (Rp 14,7 triliun), yang menjadi sinyal kuat bahwa ETH bukan sekadar alternatif, tapi sudah jadi aset utama dalam portofolio institusi.
Meski harga ETH saat ini turun ke USD 4.635 atau Rp 75,4 juta, banyak analis percaya bahwa koreksi ini hanya sementara. Target jangka menengah ETH kini berada di USD 10.000 atau lebih dari Rp 160 juta, yang jika tercapai akan mendorong kapitalisasi pasar Ethereum melewati USD 1 triliun atau Rp 16.300 triliun.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!