Hukuman Mati hingga Reformasi Birokrasi, Strategi Cina Mengatasi Korupsi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Korupsi dalam Perspektif Hukum dan Sosial di Tiongkok

Korupsi sering kali dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi stabilitas sebuah negara. Tidak hanya mengganggu sistem pemerintahan, korupsi juga merusak kepercayaan rakyat terhadap lembaga yang seharusnya menjunjung keadilan dan transparansi. Di banyak negara, praktik ini menjadi bagian dari budaya yang sulit diberantas. Namun, di Tiongkok, pemerintah memiliki pendekatan yang sangat tegas terhadap pelaku korupsi, bahkan sampai pada hukuman mati untuk kasus-kasus besar.

Dalam sistem hukum Tiongkok, korupsi dianggap sebagai kejahatan berat yang dapat mengancam stabilitas politik dan ekonomi. Regulasi tentang korupsi diatur dalam Undang-Undang Pidana Republik Rakyat Cina, yang telah beberapa kali direvisi, terutama setelah reformasi ekonomi pada 1980-an. Berbagai bentuk korupsi seperti suap, penyalahgunaan jabatan, penggelapan dana publik, gratifikasi ilegal, serta nepotisme, semuanya diatur dalam regulasi ini.

Hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi bervariasi, mulai dari hukuman penjara, kerja paksa, hukuman seumur hidup, hingga hukuman mati. Hukuman mati biasanya diberikan kepada pejabat yang terbukti menerima suap dalam jumlah besar atau melakukan tindakan yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi luas. Beberapa pejabat tingkat provinsi pernah dieksekusi karena terbukti menerima miliaran yuan dari pihak swasta. Kasus-kasus seperti ini selalu dipublikasikan secara luas untuk memberi efek jera.

Pemerintah Tiongkok menganggap korupsi bukan hanya sebagai kejahatan hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap rakyat dan partai. Pendekatan ini memperkuat prinsip bahwa setiap tindakan korupsi harus dihukum dengan ketat agar tidak ada yang bisa mengabaikan aturan.

Mekanisme Pengawasan Korupsi di Tiongkok

Berbeda dengan Indonesia yang memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen, di Tiongkok pengawasan korupsi dilakukan oleh kombinasi organ partai dan negara. Salah satu lembaga utama adalah Central Commission for Discipline Inspection (CCDI), yang merupakan organ pengawasan internal Partai Komunis Tiongkok. CCDI memiliki kewenangan luas untuk menyelidiki, menginterogasi, hingga menahan pejabat yang diduga melanggar aturan partai atau melakukan korupsi.

Sejak 2018, berdiri National Supervisory Commission (NSC) yang bertugas sebagai lembaga negara dengan mandat besar dalam pengawasan pejabat publik. NSC dan CCDI sering bekerja sama dan bahkan berbagi struktur sehingga pengawasan berjalan terpadu. Meski tidak ada lembaga independen seperti KPK, pengawasan tetap kuat.

Faktor Keberhasilan Pemberantasan Korupsi di Tiongkok

Keberhasilan Tiongkok dalam memberantas korupsi tidak terlepas dari beberapa faktor penting. Pertama, kehendak politik yang kuat dari pucuk pimpinan. Sejak 2012, Presiden Xi Jinping meluncurkan kampanye besar bernama “Tigers and Flies”, yang bertujuan menindak tegas pejabat tinggi maupun rendah yang melakukan korupsi. Hasilnya nyata, ratusan ribu pejabat diselidiki dan banyak tokoh besar ditangkap.

Faktor kedua adalah hukuman yang sangat berat, termasuk hukuman mati dan seumur hidup. Meskipun kontroversial di dunia internasional, hukuman ini dipandang efektif sebagai efek jera. Banyak pejabat akhirnya lebih berhati-hati karena ancaman kehilangan nyawa.

Faktor ketiga adalah keterlibatan langsung partai dalam pengawasan. Di negara demokratis, pengawasan biasanya dilakukan oleh lembaga negara yang relatif independen, sementara partai sebatas aktor politik. Di Tiongkok, Partai Komunis tidak hanya menjadi aktor politik, tetapi juga pengawas utama.

Selain itu, Tiongkok juga melakukan kampanye publik secara masif. Kasus-kasus besar diumumkan melalui media, film dokumenter, bahkan buku-buku khusus untuk mengedukasi rakyat tentang bahaya korupsi. Publikasi ini memperkuat legitimasi pemerintah dan menumbuhkan dukungan rakyat.

Langkah-Langkah Efektif Lainnya

Beberapa langkah penting lainnya adalah reformasi birokrasi dan digitalisasi. Pemerintah Tiongkok memperkenalkan kebijakan untuk memperkecil ruang bagi pejabat berbuat curang, seperti larangan jamuan mewah, pembatasan penggunaan mobil dinas, dan pengendalian gaya hidup pejabat. Digitalisasi sistem keuangan dan layanan publik juga meminimalkan peluang manipulasi karena setiap transaksi lebih transparan dan bisa diaudit.

Meski begitu, pemberantasan korupsi di Tiongkok tidak lepas dari kritik. Beberapa pihak menilai bahwa kampanye antikorupsi sering dijadikan alat politik untuk menyingkirkan lawan-lawan internal dalam tubuh Partai Komunis. Kritik lain menyebutkan kurangnya transparansi, mengingat proses hukum sering kali dilakukan di balik pintu tertutup dan tanpa keikutsertaan lembaga independen.

Namun, dari sudut pandang hasil, tidak bisa dimungkiri bahwa pendekatan keras Tiongkok membuat birokrasi relatif lebih bersih dan meningkatkan kepercayaan rakyat. Pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman Tiongkok adalah bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan kombinasi antara kehendak politik yang konsisten, hukum yang tegas, pengawasan menyeluruh, dan dukungan publik. Hukuman keras memang menjadi ciri khas Tiongkok, tetapi lebih dari itu, mereka juga memperkuat sistem pencegahan agar praktik korupsi semakin sulit dilakukan. Dengan kombinasi pendekatan represif dan preventif, Tiongkok berhasil menekan praktik korupsi yang sebelumnya merajalela.

Pada akhirnya, pemberantasan korupsi di Tiongkok menunjukkan bahwa sebuah negara bisa memilih jalan keras untuk menjaga integritas birokrasi dan stabilitas negara. Meski menuai kritik, pendekatan ini memberi hasil nyata yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengukuhkan legitimasi pemerintahan. Bagi negara lain, Tiongkok bisa menjadi contoh sekaligus peringatan bahwa tanpa kehendak politik yang kuat dan sistem pengawasan yang menyeluruh, korupsi hanya akan menjadi penyakit yang sulit diberantas.