Insentif Fiskal dan KPBU Diharapkan Dorong Pengembangan Panas Bumi Nasional

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Potensi Energi Panas Bumi di Indonesia yang Masih Terbuka

Pengembangan energi panas bumi di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi sumber energi yang lebih optimal, terutama jika didukung oleh insentif fiskal yang tepat dan skema kerja sama antara pemerintah dan badan usaha. Hal ini menjadi perhatian utama setelah berlangsungnya Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE 2025) pada 17–19 September 2025 di Jakarta International Convention Center. Acara ini menyoroti inovasi teknologi serta kolaborasi dalam pengembangan energi hijau.

Riki Firmandha Ibrahim, seorang dosen S2 Energi Terbarukan di Universitas Darma Persada dan mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) dari tahun 2016 hingga 2022, mengamati tantangan utama dalam pengembangan energi panas bumi. Tantangan-tantangan ini mencakup biaya investasi yang tinggi, proses perizinan yang kompleks, serta risiko teknis yang cukup besar.

Banyak potensi energi panas bumi berada di lokasi yang sulit dijangkau, seperti daerah pegunungan, hutan lindung, maupun kepulauan terpencil. Hal ini menyebabkan biaya logistik meningkat secara signifikan. Selain itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) membutuhkan pengeboran hingga kedalaman 2.000–3.000 meter dengan menggunakan teknologi canggih. Proses pengembangan yang panjang membuat Return on Investment (ROI) baru tercapai setelah belasan tahun.

Dari segi ekonomi, ketergantungan pada PLN sebagai offtaker tunggal dan skema harga listrik yang kurang kompetitif juga membuat investor menjadi lebih hati-hati. Menurut Riki, perubahan regulasi yang tidak stabil juga menambah ketidakpastian, sehingga banyak proyek potensial tertunda atau bahkan gagal dilaksanakan.

“Secara ekonomi, proyek panas bumi di Indonesia sangat menguntungkan karena bisa menghasilkan listrik 24 jam setiap hari. Namun, biaya awal yang besar dan regulasi yang kompleks menjadi hambatan bagi investor baru,” ujarnya melalui pernyataannya.

Sebagai solusi, Riki menekankan pentingnya pemberian insentif fiskal seperti tax holiday, tax allowance, fasilitas impor, serta dukungan pendanaan eksplorasi melalui GREM/GEUDP yang dikelola oleh PT SMI dan World Bank. Kolaborasi antara BUMN melalui skema KPBU serta pendanaan inovatif, termasuk green bond, juga dapat membantu menekan risiko dan mempercepat pembangunan pembangkit listrik panas bumi.

Selain itu, pendekatan sosial juga menjadi faktor penting. Edukasi masyarakat lokal dan skema "community benefit sharing" perlu dijalankan sebelum proyek dimulai agar manfaat dari energi panas bumi dirasakan langsung oleh warga sekitar dan mengurangi resistensi lokal.

Riki, yang juga aktif sebagai Dewan Pakar Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Dewan Juri Best Electricity Award (IBEA), Dewan Pakar Majalah Listrik Indonesia (MLI), Dewan Pakar Forum Sinergi Inovasi Industri Tender Indonesia (FSIITI), dan Dewan Pengawas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menilai bahwa rekomendasi ini dapat menekan harga listrik panas bumi sebesar 3–5 sen per kWh, sekaligus memastikan pasokan listrik stabil sepanjang tahun.

“Jika strategi fiskal, regulasi yang lebih sederhana, dan kemitraan pemerintah-swasta dijalankan dengan konsisten, masyarakat akan merasakan manfaat nyata dari energi panas bumi, sementara investasi nasional juga lebih terlindungi,” ujar Riki.

Ia menegaskan bahwa dengan penerapan strategi fiskal, regulasi yang lebih sederhana, dan kemitraan pemerintah-swasta, Indonesia memiliki peluang besar untuk memaksimalkan potensi energi panas bumi, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan memperkuat posisi nasional di sektor energi terbarukan.