Kalteng Hadapi Kendala Distribusi Makanan Bergizi Meski Penduduk Jarang

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kendala Utama Pendistribusian Makanan Bergizi Gratis di Kalimantan Tengah

Kepadatan penduduk yang rendah menjadi tantangan utama dalam proses pendistribusian makanan bergizi gratis (MBG) di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng). Hal ini terungkap dalam rapat monitoring dan evaluasi (monev) Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang digelar di Ruang Rapat Bajakah Utama, Kantor Gubernur Kalteng, Palangka Raya, pada hari Kamis (21/8/2025).

Dalam rapat tersebut, berbagai isu terkait kesiapan Kalteng dalam memenuhi kriteria pembangunan SPPG dibahas secara mendalam. Termasuk dalamnya kriteria umum lahan, distribusi makanan, serta penyediaan makanan bergizi bagi siswa di wilayah pelosok.

Asisten Sekretariat Daerah (Setda) Kalteng bidang Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang), Herson B. Aden, menjelaskan bahwa kendala utama dalam pelaksanaan MBG di Kalteng bukanlah ketersediaan lahan, melainkan penentuan titik lokasi yang sesuai dengan kebutuhan. Ia menyampaikan bahwa target penyediaan makanan bergizi untuk 3.000 siswa per hari sulit dipenuhi karena tingkat kepadatan penduduk yang rendah.

Menurut Herson, Kalteng memiliki luas wilayah sebesar 153 ribu km² dengan jumlah penduduk sekitar 2,8 juta jiwa, sehingga kepadatan penduduk hanya mencapai 18 jiwa per km². Hal ini membuat beberapa desa hanya memiliki satu sekolah dengan jumlah murid sebanyak 50 orang, sementara jarak antar desa bisa mencapai 3 jam perjalanan. Dengan kondisi ini, pengiriman makanan bergizi menghadapi risiko makanan cepat basi.

Selain itu, Herson juga menjelaskan beberapa kriteria teknis yang harus dipenuhi dalam pembangunan SPPG. Antara lain, lokasi tidak boleh bermasalah secara hukum, memiliki status hak milik atau hak pakai atas nama instansi pemerintah, sesuai dengan tata ruang, serta tidak berada di kawasan gambut maupun rawan bencana. Selain itu, SPPG juga harus memiliki akses jalan beraspal.

Desain SPPG terbagi dalam dua tipe. Pertama, bangunan berukuran 20 m x 20 m yang mampu melayani hingga 3.500 pax per hari. Kedua, bangunan berukuran 10 m x 15 m yang dapat melayani hingga 1.500 pax per hari. Kedua tipe tersebut perlu dilengkapi dengan kebutuhan daya listrik hingga 33 kVA dan sistem pengolahan air terpadu dengan kapasitas IPAL sebesar 8,47 m³ per hari.

Dengan adanya kriteria-kriteria tersebut, pembangunan SPPG diharapkan dapat lebih efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan makanan bergizi bagi siswa di daerah-daerah terpencil. Namun, tantangan seperti kepadatan penduduk yang rendah tetap menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam merancang strategi pendistribusian makanan bergizi.