Kekurangan Gizi di Sudan, 63 Orang Meninggal dalam Seminggu

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Kekurangan Gizi di Sudan, 63 Orang Meninggal dalam Seminggu

Krisis Kemanusiaan di El-Fasher, Sudan: Malnutrisi dan Kekurangan Bantuan

Di kota El-Fasher, Sudan, situasi kemanusiaan semakin memprihatinkan. Dalam satu minggu terakhir, sebanyak 63 orang dilaporkan meninggal akibat malnutrisi, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Angka ini hanya mencakup kasus yang tercatat di rumah sakit, sehingga kemungkinan jumlah korban lebih tinggi.

Peristiwa ini terjadi di tengah pengepungan oleh kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF) yang telah berlangsung sejak Mei tahun lalu. El-Fasher menjadi benteng pertahanan terakhir tentara Sudan di wilayah Darfur, yang mengalami konflik sejak April 2023.

Dapur Umum Terpaksa Tutup, Keluarga Harus Bertahan dengan Makanan Ternak

Krisis pangan di kota tersebut semakin parah setelah dapur-dapur umum yang menjadi sumber kehidupan warga terpaksa ditutup karena kehabisan pasokan. Akibatnya, banyak keluarga harus bertahan hidup dengan makanan ternak atau sisa-sisa makanan.

Di salah satu dapur umum terbesar yang masih beroperasi, porsi makanan telah menyusut secara drastis. Sebelumnya, satu piring bubur aseeda—makanan pokok setempat—cukup untuk tiga orang, kini harus dibagi untuk tujuh orang. Hal ini menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan bagi penduduk.

Seorang pengelola dapur umum, Majdi Youssef, mengatakan bahwa anak-anak dan perempuan yang datang menunjukkan tanda-tanda malnutrisi yang jelas. Perut mereka bengkak dan mata mereka cekung. Data dari PBB menunjukkan bahwa hampir 40 persen anak di bawah usia lima tahun di El-Fasher menderita malnutrisi, dengan 11 persen di antaranya dalam kondisi parah.

Anak-Anak Tewas Setiap Hari Akibat Kelaparan

Penderitaan warga semakin berat setelah serangan besar RSF ke kamp pengungsi Zamzam pada April lalu. Serangan itu memaksa puluhan ribu orang kembali mengungsi, dengan banyak di antara mereka terpaksa mencari perlindungan di dalam kota El-Fasher yang sudah padat dan terkepung.

Kondisi di kamp-kamp sekitar kota tidak kalah mengerikan. Kelaparan telah merenggut nyawa anak-anak hampir setiap hari. Adam Issa, direktur kamp Abu Shouk, mengatakan bahwa hari ini mereka menguburkan lima anak. Pejabat kesehatan meyakini angka kematian asli jauh lebih tinggi dari yang tercatat, karena banyak keluarga memilih menguburkan kerabat mereka secara diam-diam akibat kondisi keamanan yang buruk serta sulitnya akses transportasi.

PBB telah berulang kali memperingatkan nasib sekitar satu juta orang yang kini terperangkap di El-Fasher dan kamp-kamp sekitarnya. Mereka hampir sepenuhnya terputus dari akses bantuan kemanusiaan dan layanan dasar yang vital untuk bertahan hidup.

Ancaman "Sindrom Pemberian Makan Ulang"

Di tengah bencana kelaparan, para ahli kesehatan memperingatkan adanya ancaman lain yang mematikan, yaitu "sindrom pemberian makan ulang" (refeeding syndrome). Kondisi ini dapat berakibat fatal jika penderita malnutrisi parah kembali mengonsumsi makanan normal secara tiba-tiba tanpa pengawasan medis.

Penanganan korban kelaparan memerlukan pendekatan hati-hati dengan memberikan Makanan Terapi Siap Saji (RUTF) secara bertahap. Makanan harus diformulasikan khusus dengan nutrisi seimbang untuk memulihkan fungsi tubuh secara aman. Namun, upaya pencegahan ini sangat sulit dilakukan di lapangan karena keterbatasan sumber daya.

Dokter Wieger Voskuijl dan Hanaa Benjeddi mengatakan bahwa mencegah sindrom ini hampir tidak mungkin dilakukan dalam situasi dengan permintaan tinggi sementara jumlah petugas kesehatan atau petugas bantuan sangat rendah.

Para ahli sepakat bahwa tekanan internasional dibutuhkan untuk mendesak pihak-pihak yang bertikai. Tanpa adanya jaminan akses yang aman bagi lembaga bantuan, pengiriman pasokan akan terus terhambat.