
Kepemimpinan Gus Dur dan Mbah Liem sebagai Teladan bagi PBNU
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti (ALPANSA) di Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, Mochammad Fathal menyampaikan bahwa kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur layak menjadi contoh bagi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Menurutnya, Gus Dur selalu menghindari kepentingan pragmatis baik saat menjabat presiden maupun ketua umum PBNU.
Gus Moch juga mengingatkan tentang hubungan antara ayahnya, Kiai Moeslim Rifa’i Imampuro yang dikenal sebagai Mbah Liem, dengan Gus Dur. Keduanya memiliki karakter yang berbeda namun saling melengkapi sebagai sosok teladan. Ia menekankan bahwa tidak bermaksud membandingkan, tetapi keduanya bisa menjadi panutan bagi para pemimpin PBNU.
“Gus Dur dan Mbah Liem memiliki nasionalisme yang luar biasa, tujuan perjuangan yang berorientasi pada kemaslahatan umum, serta kesederhanaan dalam perilaku yang jauh dari sikap pragmatis,” ujarnya.
Kedua tokoh ini selalu hadir dalam situasi kritis. Mereka berupaya menyelamatkan kehidupan bernegara, bangsa, dan beragama dengan cara-cara yang tidak biasa. Menurut Gus Moch, dua masalah besar yang saat ini mendera PBNU adalah datangnya tokoh pro zionis, Peter Berkowitz, serta munculnya kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Hal tersebut harus disikapi secara serius agar tidak terjadi lagi.
“Teladan Gus Dur sangat luar biasa karena ia rela berkorban demi keutuhan negara dan menyemai landasan kesatuan bangsa. Begitu pula dengan Mbah Liem, nama pesantren al-Muttaqien Pancasila Sakti yang beliau dirikan menjadi komitmen nasionalisme ulama pesantren,” tambahnya.
Menurut Gus Moch, tanggung jawab NU dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan kedaulatan Islam Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia mengharuskan para pemimpinnya memiliki standar kualifikasi, kompetensi, dan spesifikasi yang di atas rata-rata. Standar moral, kepemimpinan, keilmuan, kewaspadaan, serta kebijaksanaan termasuk ketika diberi tanggung jawab urusan negara.
Gus Dur, saat menjabat Ketua Umum PBNU maupun menjadi Presiden, tetap menjunjung kesederhanaannya. Ia tidak pernah tampak memanfaatkan jabatannya dengan sikap pragmatis. Atas dasar itu, Gus Moch mengingatkan semua pihak untuk mendukung proses hukum yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga dapat memberikan kepastian hukum sekaligus rasa keadilan bagi masyarakat.
Kebutuhan Kepemimpinan yang Berintegritas
Dalam konteks kepemimpinan, Gus Moch menekankan pentingnya adanya figur-figur yang mampu menjaga nilai-nilai luhur seperti integritas, kejujuran, dan kesederhanaan. Ia menilai bahwa para pemimpin NU harus mampu menjadi contoh yang baik bagi masyarakat luas.
Salah satu aspek penting dalam kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, terlepas dari tekanan eksternal maupun internal. Dengan demikian, mereka dapat menjaga stabilitas organisasi dan keberlanjutan perjuangan.
Selain itu, pentingnya pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan juga menjadi bagian dari kualifikasi seorang pemimpin. Kepemimpinan yang baik tidak hanya berdasarkan posisi atau jabatan, tetapi juga didasari oleh pemahaman yang mendalam terhadap isu-isu yang dihadapi masyarakat.
Pentingnya Kebersihan Hati dalam Kepemimpinan
Gus Moch juga menyoroti pentingnya kebersihan hati dalam menjalani tugas kepemimpinan. Seorang pemimpin harus mampu menjaga niat dan tujuan yang benar, serta tidak mudah terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Ia menegaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kepekaan terhadap kondisi masyarakat dan mampu merespons permasalahan dengan cepat dan tepat. Dengan begitu, mereka dapat menciptakan lingkungan yang sehat dan harmonis.
Dalam hal ini, teladan yang diberikan oleh Gus Dur dan Mbah Liem menjadi sangat penting. Keduanya menunjukkan bahwa kepemimpinan yang benar-benar berkelanjutan adalah kepemimpinan yang didasari oleh kejujuran, kesederhanaan, dan kepedulian terhadap kepentingan umum.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!