
Pemilik Warung di Solo Terancam Hukuman 4 Tahun Penjara Karena Nobar Sepak Bola
Seorang pemilik warung makan di Solo, Jawa Tengah, kini harus menghadapi konsekuensi hukum yang berat akibat kegiatannya menggelar nobar pertandingan sepak bola. Ia ditetapkan sebagai tersangka dan dikenai denda sebesar Rp 50 juta. Kejadian ini menunjukkan betapa kompleksnya aturan terkait hak siar dalam konteks usaha kecil dan menengah (UMKM).
Joko, nama samaran dari pemilik warung tersebut, telah menjalankan usahanya sejak tahun 2016. Selama ini, ia rutin mengadakan nobar bersama komunitas pecinta sepak bola di wilayah Solo. Ia mengaku bahwa kegiatan ini dilakukan untuk mempererat hubungan sosial antara pelanggan dan juga sebagai bentuk rasa cinta terhadap olahraga sepak bola.
“Rasanya lebih seru kalau nonton bola rame-rame. Banyak teman komunitas ikut nobar di tempat saya,” ujar Joko.
Namun, sejak tahun 2019, Joko mulai menerima surat somasi dari pihak yang mengklaim memiliki hak siar. Awalnya, ia mengira bahwa izin keramaian cukup diperoleh dari pemerintah atau kepolisian. Baru setelah itu, ia menyadari bahwa menayangkan siaran pertandingan di tempat usaha membutuhkan lisensi khusus.
Lisensi penyiaran adalah izin resmi yang diberikan oleh pemegang hak siar kepada pihak ketiga untuk menayangkan konten tertentu secara publik atau komersial. Tanpa lisensi ini, pemutaran siaran di tempat usaha dianggap sebagai pelanggaran hak cipta berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Upaya Patuh yang Tetap Berujung Masalah
Pada tahun 2022, Joko mencoba mematuhi aturan dengan berlangganan lisensi dari pemegang hak siar. Ia menyepakati paket UMKM senilai Rp 13 juta termasuk PPN, yang ia cicil dua kali. Namun, nominal tersebut tetap terasa berat karena kapasitas warungnya hanya sekitar 30–40 orang.
“Waktu ada paket UMKM Rp13 juta saja, hitungannya saya masih rugi,” kata Joko.
Masalah kembali muncul pada April 2024. Joko menerima somasi baru karena dianggap menayangkan pertandingan tanpa izin. Kali ini, ia diminta membayar lisensi Rp 25 juta ditambah denda Rp 25 juta, total Rp 50 juta.
“Keuntungan saya dari tiket nobar cuma puluhan ribu. Mana mungkin saya bisa bayar Rp50 juta?” keluhnya.
Karena tidak ada titik temu dalam negosiasi, kasus ini berlanjut ke ranah hukum. Pada 31 Juli 2025, Joko resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Tengah. Ia terancam 4 tahun penjara.
Tawaran Damai Rp 100 Juta dan Kekecewaan Proses Hukum
Joko mengaku sempat ditawari “uang damai” sebesar Rp 100 juta agar kasusnya tidak berlanjut. Tawaran tersebut disampaikan melalui penyidik. Ia merasa proses hukum yang dijalaninya tidak transparan dan tidak memberi ruang mediasi.
“Dulu polisi bilang akan ada mediasi. Tapi tiba-tiba saya jadi tersangka,” ujarnya.
Ia juga menyebut bahwa empat karyawan pemegang hak siar yang pernah ia hubungi tidak dimintai keterangan dalam pemeriksaan. Padahal, menurutnya, kegagalan perpanjangan lisensi disebabkan oleh komunikasi yang tidak ditindaklanjuti oleh pihak tersebut.
Fenomena Nasional: Ratusan UMKM Terancam
Joko bukan satu-satunya pelaku usaha yang mengalami hal serupa. Ia mendapat informasi bahwa ada lebih dari 500 kasus serupa di seluruh Indonesia, mulai dari hotel, kafe, hingga warung kecil. Di Solo saja, ia mengetahui ada lima tempat usaha yang sudah menerima somasi.
“Ada yang dituntut Rp100 juta sampai Rp350 juta. Bahkan ada yang langsung tutup usahanya karena takut berurusan dengan hukum,” katanya.
Ironisnya, ada pemilik kafe yang hanya ingin mengecek paket siaran dari Indihome, namun tetap dilaporkan. Bahkan tempat usaha yang tidak memungut tiket nobar pun tetap dianggap melanggar karena tayangan diputar di tempat komersial.
Joko Datangi Gubernur Jateng
Meski sudah mendatangi Gubernur Jawa Tengah, Joko tetap dinyatakan sebagai tersangka. Joko diketahui secara resmi mengadu ke Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, pada Kamis (21/8/2025), untuk meminta mediasi antara UMKM dan pemegang hak siar.
"Kami berharap Pak Gubernur bisa memediasi karena ini terjadi di wilayah Jawa Tengah," ujarnya.
Joko berharap pemerintah daerah bisa menjadi penengah antara pelaku UMKM dan pemegang hak siar. Namun, hingga saat ini, belum ada solusi yang jelas bagi para pelaku usaha kecil yang terkena dampak aturan hak siar.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!