
Kinerja Keuangan Garuda Indonesia yang Mengkhawatirkan
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) mengalami kerugian bersih sebesar US$143,7 juta atau setara dengan Rp2,33 triliun pada semester pertama tahun 2025. Angka ini meningkat 41,36% dibandingkan kerugian yang tercatat pada periode yang sama di tahun sebelumnya, yaitu sebesar US$101,65 juta atau sekitar Rp1,64 triliun. Kerugian ini terjadi menjelang rencana penggabungan antara Garuda Indonesia dengan Pelita Air.
Pendapatan usaha Garuda Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 4,47% secara tahunan (yoy) menjadi US$1,54 miliar pada semester I/2025, dibandingkan US$1,62 miliar pada semester I/2024. Pendapatan dari penerbangan terjadwal mencapai US$1,18 miliar, turun dari US$1,27 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Namun, pendapatan dari penerbangan tidak berjadwal meningkat menjadi US$205,83 juta, naik dari US$177,96 juta. Sementara itu, pendapatan lain-lain menurun menjadi US$158,2 juta dari sebelumnya US$167,57 juta.
Meski pendapatan menurun, beban usaha Garuda Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,82% menjadi US$1,5 miliar pada semester I/2025, dibandingkan US$1,53 miliar pada semester I/2024. Beban operasional penerbangan turun menjadi US$765,4 juta dari sebelumnya US$839,12 juta. Namun, beban pemeliharaan dan perbaikan meningkat menjadi US$318,96 juta dari sebelumnya US$257,57 juta.
Kondisi keuangan Garuda Indonesia masih dalam tekanan. Aset perseroan mencapai US$6,51 miliar pada periode yang berakhir 30 Juni 2025, sementara liabilitas mencapai US$8,01 miliar. Hal ini menyebabkan ekuitas negatif sebesar US$1,49 miliar.
Rencana Penggabungan dengan Pelita Air
Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani menyatakan bahwa wacana merger antara Pelita Air dan Garuda Indonesia masih dalam tahap kajian mendalam. Menurutnya, tujuan utama dari penggabungan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi dan memperkuat daya saing industri penerbangan nasional.
Direktur Niaga Garuda Indonesia Reza Aulia Hakim mengungkapkan bahwa kinerja keuangan seperti kerugian dan ekuitas negatif menjadi perhatian perseroan. Meskipun demikian, Garuda Indonesia tengah melakukan berbagai strategi untuk memperbaiki kinerja keuangannya.
Strategi Pemulihan dan Dukungan Finansial
Garuda Indonesia fokus pada tiga program strategis, yaitu evaluasi finansial dan komersial, akselerasi kinerja perusahaan, serta ekspansi jaringan. Selain itu, perseroan juga mendapatkan dukungan dari Danantara, sebuah sovereign wealth fund nasional. Perseroan telah mengajukan proposal dana segar kepada Danantara pada 21 Mei 2025, dan Danantara memberikan dukungan awal berupa pinjaman pemegang saham (shareholder loan) senilai Rp6,65 triliun sebagai bagian dari total dukungan pembiayaan yang direncanakan mencapai US$1 miliar.
Dari jumlah tersebut, PT Citilink Indonesia akan menerima shareholder loan sebesar Rp4,83 triliun. Nilai bersih yang diterima oleh Garuda Indonesia adalah sebesar Rp1,82 triliun.
Kolaborasi dengan Danantara
Fase awal kolaborasi antara Garuda Indonesia dan Danantara difokuskan pada perawatan dan peningkatan kesiapan operasional armada Garuda Indonesia Group, baik Garuda sebagai full service carrier (FSC) maupun Citilink sebagai low cost carrier (LCC). Selanjutnya, kedua pihak akan melanjutkan transformasi dengan menitikberatkan pada optimalisasi kinerja operasional dan finansial sebagai bagian dari agenda jangka panjang menuju maskapai berkelanjutan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!