
Perubahan Ambang Batas Modal PMA di Bali
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali akan melakukan reformasi terhadap sistem perizinan berusaha berbasis risiko (OSS RBA). Salah satu perubahan utamanya adalah mengubah ambang batas modal penanaman modal asing (PMA) dari Rp10 miliar menjadi Rp100 miliar. Hal ini dilakukan karena ambang batas yang sebelumnya ditetapkan dinilai tidak relevan dengan kondisi dan karakteristik daerah Bali.
Ketut Sukra Negara, Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali, menyatakan bahwa ambang batas investasi sebesar Rp10 miliar sangat kecil untuk Bali. Menurutnya, angka tersebut tidak mencerminkan realitas investasi di wilayah yang padat dengan aktivitas ekonomi dan memiliki struktur sosial-budaya unik.
Ia menegaskan bahwa kenaikan ambang batas investasi ke Rp100 miliar tidak akan mengurangi jumlah investasi di Bali. Justru, investor yang serius dan memiliki modal besar akan lebih tertarik untuk berinvestasi di sini.
Data Investasi di Bali
Berdasarkan data jumlah penanaman modal asing (PMA) di Bali pada Triwulan II Tahun 2025 per-Kabupaten/Kota, antara lain:
- Kabupaten Badung: Rp8.668.470.582.295
- Kota Denpasar: Rp2.588.506.542.177
- Kabupaten Gianyar: Rp1.954.628.954.266
- Kabupaten Tabanan: Rp531.905.299.226
- Kabupaten Karangasem: Rp318.275.700.345
- Kabupaten Klungkung: Rp283.026.164.645
- Kabupaten Bangli: Rp124.343.126.709
- Kabupaten Jembrana: Rp94.764.058.102
Total PMA di Bali mencapai sekitar Rp23.994.492.905.709,-.
Masalah yang Muncul Akibat Sistem OSS
Sebelumnya, Gubernur Bali, Wayan Koster, menyampaikan bahwa sistem perizinan yang sepenuhnya otomatis telah menghilangkan peran pemerintah daerah. Izin bagi Penanaman Modal Asing (PMA) bisa dikeluarkan tanpa verifikasi kabupaten/kota.
Menurutnya, dengan modal hanya 10 miliar, banyak investor asing leluasa masuk. Namun, dalam praktiknya, angka tersebut sering hanya tercatat di atas kertas. Praktiknya, modal yang digunakan sering kali di bawah 1 miliar, tetapi mereka sudah menguasai jenis-jenis usaha rakyat.
Koster memberikan contoh, di Kabupaten Badung saja lebih dari 400 orang asing memiliki usaha rental kendaraan, belum termasuk usaha bahan bangunan dan kuliner yang berdiri di lahan milik warga lokal.
Dampak pada Ekonomi Lokal
Jika dibiarkan, pelaku luar akan membanjiri sektor ekonomi Bali. Ruang usaha anak-anak Bali akan diambil, dan ekonomi rakyat akan lumpuh.
Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan daerah yang berdampak langsung pada pelanggaran tata ruang. Kewenangan kabupaten/kota terbatas, sehingga banyak RDTR yang belum lengkap. Akibatnya, izin bisa terbit di kawasan yang seharusnya dilindungi.
Selain itu, maraknya minimarket berjaringan yang berdiri berderet di kawasan padat penduduk juga menjadi perhatian. Koster mencontohkan, di satu jalan bisa tiga sampai empat minimarket berdampingan. Jika ini terus dibiarkan, warung kecil dan usaha lokal akan mati semua.
Perlu Perubahan Sistem OSS
Menurutnya, kondisi ini merupakan akibat langsung dari norma OSS yang seragam secara nasional, tanpa memperhatikan kondisi daerah yang padat investasi seperti Bali.
Bali tidak bisa dipukul rata dengan daerah lain. Ia menegaskan bahwa diperlukan norma yang berbeda dan kewenangan yang lebih besar di daerah agar dapat naik kelas.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!