Penyitaan Buku dan Konflik dengan Visi Prabowo

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

KemenHAM Menilai Penyitaan Buku Aktivis Mengancam Tradisi Literasi

Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) menyatakan bahwa penyitaan buku anarkisme dalam penangkapan aktivis oleh aparat kepolisian di Jawa Timur dapat merusak tradisi literasi yang ada di masyarakat. Pernyataan ini disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi dan Legislasi KemenHAM, Rumadi Ahmad, saat merespons insiden penyitaan buku aktivis literasi di Kediri, Jawa Timur.

Rumadi menegaskan bahwa tindakan seperti pelarangan atau perampasan buku akan mengganggu tradisi membaca yang sudah menjadi bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ia juga menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto telah beberapa kali menekankan pentingnya membangun dan menjaga tradisi membaca sebagai salah satu bentuk pengembangan pendidikan dan kesadaran sosial.

“Kepolisian tidak boleh mengambil langkah eksesif yang merugikan tradisi membaca, karena membaca merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya dalam keterangan tertulis.

Menurut Rumadi, penyitaan buku-buku tersebut tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM. Ia menegaskan bahwa langkah yang dilakukan oleh polisi bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam hal perlindungan hak asasi manusia selama proses penanganan aksi.

Dia juga menyoroti Pasal 19 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005. Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap individu berhak atas kebebasan berpikir, beragama, dan berekspresi.

Selain itu, penyitaan buku-buku tersebut dinilai bertentangan dengan visi Presiden, khususnya Asta Cita I yang menekankan penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan HAM. “Tindakan penyitaan buku justru berpotensi menginterupsi upaya pemerintah dalam memperkuat demokrasi dan penghormatan terhadap HAM,” tambah Rumadi.

Ia menilai bahwa kejadian ini menunjukkan urgensi reformasi kepolisian yang harus menyentuh hal-hal substansial, termasuk perubahan state of mind aparat agar lebih demokratis, profesional, dan menghormati HAM.

Insiden Pembakaran Pos Lantas Waru Sidoarjo

Sebelumnya, Pos Lantas Waru Sidoarjo dirusak dan dibakar oleh kelompok tak dikenal saat ramai aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Surabaya pada Jumat (29/8/2025) malam hingga Sabtu (30/8/2025) dini hari. Sejumlah anggota yang berpatroli di lokasi tersebut mengalami pengeroyokan.

Dari kejadian tersebut, sebanyak 18 orang ditangkap atas pembakaran Pos Lantas Waru, termasuk 10 anak berhubungan dengan hukum atau ABH. Dari penangkapan tersebut, polisi menyita 11 buku dari satu pelaku berinisial GLM (24). Buku-buku ini dinilai polisi menganut paham-paham anarkisme.

Beberapa judul buku yang disita antara lain: "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, dan "Strategi Perang Gerilya" karya Che Guevara.

Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan bahwa penyitaan buku bertujuan untuk menyelidiki pengaruh pemahaman narasi buku terhadap tindakan tersangka. Sementara itu, Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan bahwa pihaknya tidak melarang pembacaan buku-buku tersebut oleh kalangan profesional sebagai bagian dari pendalaman pemahaman.

“Tetapi, kalau kemudian dipraktikkan, berarti kan proses pembelajarannya dari buku itu. Silakan baca buku, tetapi kalau tidak bagus jangan dipraktikkan,” ujar Nanang.