Pernyataan Jujur! Menteri Zionis 'Israel' Rancang Gaza Tak Bisa Dihuni Lagi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Pernyataan Menteri ‘Israel’ yang Mengguncang Dunia

Di tengah suasana kaku di studio acara Meet the Press, Menteri Inovasi, Sains, dan Teknologi ‘Israel’, Gila Gamliel, duduk dengan ekspresi tenang. Namun, kata-katanya justru memicu reaksi hebat di kalangan masyarakat global dan politik ‘Israel’. Pernyataannya mengungkapkan bahwa Gaza tidak akan lagi layak huni setelah operasi militer berakhir.

“Gaza pada akhirnya bukan lagi sumber pemukiman yang layak,” ujarnya. Ia juga menyebut bahwa wilayah itu saat ini sudah tidak memiliki potensi untuk kelayakan hidup. Pernyataan ini muncul di tengah agresi militer yang terus berlangsung di Gaza, di mana blokade, serangan udara, dan keruntuhan infrastruktur telah membuat jutaan warga Palestina hidup dalam kondisi minim air bersih, listrik, dan layanan medis.

Pernyataan tersebut menunjukkan visi politik yang lebih luas, yaitu masa depan Gaza tanpa penduduknya. Rencana migrasi yang dipromosikan oleh Gamliel mencuri perhatian banyak pihak. Ia menyebutnya sebagai “migrasi sukarela”, namun kritikus melihatnya sebagai upaya pembersihan etnis.

Gamliel menolak tudingan tersebut. Ia berargumen bahwa istilah “sukarela” sendiri sudah menjadi bagian dari rencana tersebut. Menurut data yang ia klaim, sebanyak 140.000 warga Palestina sudah meninggalkan Gaza sejak perang dimulai. Meski begitu, pernyataan ini menuai kecaman keras dari berbagai pihak.

Di media sosial, pernyataan Gamliel langsung mendapat respons cepat. Jurnalis Amit Kalderon menulis di X (sebelumnya Twitter), “Kami akan membuat Gaza tidak layak dihuni hingga penduduknya pergi, dan hal yang sama akan terjadi di Tepi Barat. Ini bukan hanya tujuan Ben Gvir, tapi seluruh pemerintah dan perdana menteri.” Cuitan ini disertai tagar ke Mahkamah Pidana Internasional, sebagai sindiran terhadap kemungkinan pelanggaran hukum internasional.

Meskipun banyak kecaman, Gamliel tetap optimistis. Ia menyatakan ada negara-negara yang bersedia menerima warga Gaza, meskipun tidak menyebutkan secara spesifik negara mana. Ia bahkan menyatakan bahwa konsep migrasi serupa bisa diterapkan di Tepi Barat. “Saya optimistis migrasi sukarela juga akan terjadi di Yudea dan Samaria, tidak hanya di Jalur Gaza,” ujarnya.

Reaksi internasional terhadap rencana ini semakin kuat. Pengamat menilai bahwa dengan membuat Gaza tidak layak huni melalui operasi militer dan blokade, ‘Israel’ bisa memaksa eksodus warga Palestina dengan dalih migrasi sukarela. Lembaga seperti Human Rights Watch sebelumnya sudah menyoroti kondisi kemanusiaan di Gaza yang disebut “tidak manusiawi”.

Gamliel menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi ‘Israel’. “Harus ada migrasi sukarela demi memenuhi tujuan perang: menjamin Gaza tidak menjadi ancaman bagi ‘Israel’ di masa depan,” katanya. Pernyataan ini menambah ketegangan di kawasan, di mana prospek perdamaian semakin jauh dari harapan.

Selain itu, Gamliel juga menyebut bahwa tidak ada alasan bagi Otoritas Palestina untuk tetap berada di Gaza maupun di Tepi Barat setelah perang. Hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari negara-negara yang disebut Gamliel bersedia menampung warga Gaza. Namun, satu hal jelas: diskusi mengenai masa depan Palestina dan Gaza kini kembali berada di pusat perdebatan global.