/vidio-media-production/uploads/video/image/7332635/jakarta-terancam-tenggelam-cb1290.jpg)
Presiden Prabowo Mengungkap Ancaman Perubahan Iklim di Sidang Umum PBB
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato dalam Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang berlangsung di New York, Amerika Serikat (AS), pada Selasa (23/9/2025). Dalam pidatonya, ia menyoroti ancaman perubahan iklim yang terasa secara langsung di ibu kota negara, Jakarta.
Pidato ini disampaikan setelah pidato oleh Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump. Ini merupakan pertama kalinya Prabowo menyampaikan pidato resmi dalam forum Sidang Umum PBB. Sebelumnya, pada Senin (22/9/2025), ia telah memberikan pidato singkat mengenai dukungan untuk kemerdekaan Palestina dalam sesi konferensi tingkat tinggi PBB.
Dalam pidatonya, Prabowo menyebutkan bahwa kenaikan permukaan air laut sebesar 5 sentimeter setiap tahun mengancam wilayah pesisir utara Jakarta. Ia menegaskan bahwa sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia telah merasakan dampak langsung dari perubahan iklim.
"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami telah merasakan dampak langsung perubahan iklim, terutama ancaman kenaikan permukaan air laut. Permukaan air laut di pesisir utara ibu kota kami (Jakarta) naik 5 sentimeter setiap tahun," ujarnya.
Ia melanjutkan dengan mengajak para hadirin membayangkan dampak yang akan terjadi dalam jangka waktu 10 atau 20 tahun. Untuk menghadapi ancaman tersebut, Indonesia membangun tanggul laut raksasa sepanjang 480 kilometer. Meski proses pembangunan bisa memakan waktu hingga 20 tahun, pemerintah tetap memilih untuk segera menjalankan rencana tersebut.
"Kami memilih untuk menghadapi perubahan iklim, bukan dengan slogan, tetapi dengan langkah-langkah segera," tegas Prabowo.
Komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris
Selain itu, Prabowo juga menyampaikan komitmen Indonesia dalam menjalankan Perjanjian Paris yang ditandatangani pada 2015. Pemerintahannya menargetkan pencapaian emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060. Namun, ia optimis bahwa target ini bisa dicapai lebih awal.
Untuk mendukung target tersebut, Indonesia telah melakukan berbagai inisiatif seperti reboisasi 12 juta hektare hutan dan memberdayakan masyarakat lokal melalui peluang kerja hijau (green jobs). Selain itu, pemerintah sedang beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju energi baru terbarukan (EBT).
"Mulai tahun depan, sebagian besar kapasitas pembangkit listrik tambahan kami akan berasal dari energi terbarukan," kata Prabowo.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh warga negara dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi ketahanan pangan, energi, dan air.
Strategi Pembangunan Berkelanjutan
Prabowo menekankan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada perlindungan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam secara bijak.
"Ini adalah tantangan global yang membutuhkan solusi kolaboratif. Kami siap bekerja sama dengan semua pihak untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang," katanya.
Dengan strategi pembangunan hijau dan komitmen terhadap perjanjian internasional, Indonesia menunjukkan tekadnya untuk menjadi bagian dari solusi global terhadap perubahan iklim.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!