
Pidato Presiden Prabowo Subianto di PBB: Kekuatan Perdamaian dan Keberanian untuk Menggebrak Meja
Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyampaikan pidato yang penuh makna dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina. Acara ini digelar di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (22/9/2025). Dalam pidatonya, ia menunjukkan kepedulian mendalam terhadap situasi kemanusiaan di Gaza dan menyerukan pengakuan kemerdekaan Palestina.
Dengan nada tegas namun penuh tekan moral, Prabowo menegaskan bahwa kemerdekaan Palestina adalah langkah penting untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah dan dunia secara keseluruhan. Ia juga mengkritik lambatnya respons komunitas global terhadap krisis yang sedang berlangsung.
Aksi gebrak meja podium yang dilakukannya menjadi simbol protes dan keprihatinan terhadap ketidakseimbangan yang terjadi. Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya jalan damai yang adil dan berkelanjutan bagi rakyat Palestina dan Israel.
Pidato yang Penuh Makna dan Keberanian
Dalam forum internasional tersebut, Prabowo mendapat giliran berbicara pada urutan ke-5 dari total 33 negara dan organisasi internasional yang hadir. Ia menyampaikan pandangannya setelah delegasi dari Yordania, Turki, Brasil, dan Portugal. Setelah selesai berpidato, Prabowo tidak langsung turun dari podium. Ia kembali menekankan bahwa kemerdekaan Palestina harus segera diwujudkan agar tercipta perdamaian di dunia.
Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan pesan kuat kepada dunia. Ia menyebutkan bahwa ribuan nyawa tak berdosa, termasuk perempuan dan anak-anak, telah terbunuh di Gaza. Bencana kemanusiaan sedang terjadi di depan mata kita. Oleh karena itu, ia menyerukan agar semua pihak bertanggung jawab untuk mengemban misi perdamaian.
Prabowo juga menegaskan kembali komitmennya terhadap solusi dua negara dalam masalah Palestina. Hanya solusi ini yang akan membawa perdamaian. Ia menambahkan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan Palestina, Indonesia akan segera mengakui negara Israel dan mendukung semua jaminan keamanan Israel.
Sidang Majelis Umum PBB: Kesempatan untuk Menyuarakan Perdamaian
Setelah berbicara di KTT untuk Penyelesaian Damai atas Masalah Palestina dan Implementasi Solusi Dua Negara, Prabowo Subianto akan berbicara di Sidang Majelis Umum PBB. Dalam jadwalnya, ia akan menyampaikan pidato pada sesi Debat Umum di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (23/9/2025). Pidato ini akan disampaikan pada urutan ketiga, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Selain Prabowo, sejumlah pimpinan negara lain akan berbicara di Sidang Majelis Umum PBB. Mereka antara lain Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, Raja Abdullah II dari Yordania, dan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani.
Seskab Teddy Indra Wijaya menjelaskan bahwa Sidang Majelis Umum tahun ini menjadi momentum penting bagi Indonesia. Selain kembali tampil di level tertinggi forum PBB, Indonesia juga akan menegaskan perannya sebagai pemimpin Global South yang konsisten menyuarakan agenda reformasi tata kelola dunia agar lebih adil dan inklusif.
Insiden Mikrofon yang Mati: Sebuah Kesalahan Procedural
Insiden mikrofon yang mati saat pidato Prabowo menjadi sorotan. Kementerian Luar Negeri RI menjelaskan bahwa suara Presiden RI tiba-tiba tidak terdengar dalam saluran siaran langsung milik PBB karena pidato yang terlalu lama. Direktur Informasi dan Media Kemenlu Hartyo Harkomoyo menjelaskan bahwa setiap negara hanya diberi kesempatan lima menit untuk berpidato. Jika pidato melebihi waktu tersebut, mikrofon akan dimatikan.
Meskipun demikian, Prabowo tetap menyampaikan pesan-pesan pentingnya. Ia memohon agar dunia segera mewujudkan kemerdekaan Palestina agar terciptanya perdamaian di dunia. "Tolong, tolong wujudkan perdamaian sekarang juga, kami membutuhkan perdamaian. Terima kasih banyak," ujarnya.
Pesan untuk Dunia: Keadilan dan Perdamaian
Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa pengakuan negara Palestina adalah langkah yang tepat di sisi sejarah yang benar. Bagi mereka yang belum bertindak, ia menegaskan bahwa sejarah tidak berhenti. Kita harus mengakui Palestina sekarang dan menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza.
Ia juga menyampaikan bahwa mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kita. Kita harus mengatasi kebencian, ketakutan, dan kecurigaan, serta mencapai perdamaian yang dibutuhkan umat manusia. Kita siap mengambil bagian dalam perjalanan menuju perdamaian ini dan menyediakan pasukan penjaga perdamaian.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!