
Laporan Kericuhan dalam Paruman Agung Desa Bugbug Karangasem
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy mengonfirmasi bahwa laporan terkait kericuhan yang terjadi dalam Paruman Agung di Desa Bugbug, Karangasem sudah diterima oleh pihak kepolisian. Kejadian ini menimbulkan berbagai bentuk keributan dan pengrusakan, sehingga memicu proses hukum.
Tim hukum dari Jro Ngurah Purwa Arsana melaporkan adanya empat orang yang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut. Dua di antaranya disebut sebagai provokator, sedangkan dua lainnya terlibat dalam pengerusakan fasilitas milik Desa Adat Bugbug. Peristiwa ini terjadi saat Paruman Agung berlangsung pada hari Minggu (21/9) dan kini tengah menjadi perhatian pihak berwajib.
Jro Ngurah Purwa Arsana, yang ditetapkan sebagai kelihan dalam Paruman Agung tersebut, melaporkan kasus ini ke Polda Bali pada Senin (22/9). Menurut informasi yang diperoleh, laporan tersebut telah masuk dan sedang dalam tahap penyelidikan. "Sementara sedang kami lidik," ujar Kabid Humas Polda Bali saat dihubungi Tribun Bali, Selasa (23/9).
Sebelumnya, diberitakan bahwa Tim hukum melaporkan empat warga yang diduga melakukan penghasutan hingga menyebabkan kericuhan selama Paruman Agung. Mereka juga terlibat dalam pengerusakan fasilitas Desa Adat Bugbug. "Intinya saya melaporkan ada 4 orang, ada 2 orang sebagai provokator dan 2 orang lainnya sebagai pelaku pengerusakan. Di antaranya berinisial GPA dan KAA," jelas Jro Ngurah Purwa Arsana, Senin (22/9).
I Nengah Yasa Adi Susanto, anggota tim hukum dari Jro Ngurah Purwa Arsana, menambahkan bahwa saat ini hanya empat orang yang dilaporkan. Namun, kemungkinan besar akan ada pengembangan lebih lanjut dari pihak kepolisian. "Pihak yang menghasut ada 2 orang, yang melakukan pengerusakan ada 2 orang. Barang-barang yang rusak ada baliho, meja, sound sistem, speaker, bahkan ada mobil yang dirusak," ungkap I Nengah Yasa Adi Susanto.
Dalam laporan tersebut, pihaknya juga membawa bukti-bukti seperti rekaman video, foto pengerusakan, serta saksi-saksi yang hadir saat kejadian. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung proses penyelidikan yang sedang berlangsung.
Penetapan Kelian Desa Adat Dinilai Tidak Sah
Menurut Jro Ngurah Purwa Arsana, pelaksanaan penetapan Kelian Adat Bugbug tersebut telah sesuai dengan Pergub Bali No 4 Tahun 2020. Selain itu, proses ini juga sesuai dengan pararem ngadegang kelihan desa adat yang sudah disahkan oleh paruman dan telah diverifikasi oleh MDA Bali. Selain itu, memiliki nomor registrasi dari Dinas Pemajuan Masyarakat Adat.
"Kemarin agenda sesuai tahapan, penetapan kelihan desa adat dan prajuru desa adat. Kejadian kemarin (ricuh) sebenarnya saat sudah selesai dibacakan dan ditetapkan oleh paruman agung. Tidak ada peserta paruman tidak setuju sehingga disahkan, lalu ada pihak merusak dan mereka warga di luar ikut paruman," jelasnya.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan proses ini. Seorang tokoh warga Desa Bugbug, I Gede Putra Arnawa, menyebutkan bahwa agenda penetapan Kelian Desa Adat tidak sah dan bahkan sudah dilarang oleh pengenter desa. "Proses ini (ngadegang kelihan), proses aneh dan ajaib. Pararem belum ada, tapi tahapan sudah dilaksanakan, entah apa ukurannya," ungkapnya, Senin (22/9).
Menurutnya, MDA telah melarang karena rangkaian tahapan penetapan kelihan desa adat rentan akan konflik. Ia menilai ada penolakan yang kuat dari masyarakat. "Terkait sah atau tidaknya suatu hasil paruman, nilai dasar semua harus sepakat. Harus ada minimal syarat tertentu dan dihadiri oleh mereka yang berhak punya suara saat paruman," jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa saat Paruman Agung berlangsung, yang hadir justru ibu-ibu dan remaja. Padahal sesuai awig-awig, paruman dihadiri kepala keluarga yang memiliki kewenangan hingga bisa tercapai musyawarah dan mufakat. "Warga yang hadir justru orang-orang yang tidak merepresentatifkan masyarakat adat. Serta setau saya paruman sudah dibubarkan setengah jalan oleh aparat, tapi keputusan juga dipaksakan dan dibacakan tanpa pihak partisipan," jelasnya.
Baginya, musyawarah dan mufakat, setiap orang yang hadir dalam paruman memiliki posisi yang sama untuk utarakan perspektif masing-masing. "Menurut saya keputusan paruman itu terlalu dini. Bahkan yang saya tau, paruman itu telah dibubarkan aparat penegak hukum, karena ditenggarai rentan munculkan kekacauan," jelasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!