
Empat Kasus Peredaran Sabu Diungkap Polres Parigi Moutong
Dalam sepekan terakhir, Kepolisian Resor Parigi Moutong berhasil mengungkap empat kasus besar peredaran sabu. Keberhasilan ini menjadi tanda awal perlawanan yang lebih aktif dari aparat terhadap narkotika di wilayah yang selama ini dikenal sebagai jalur rawan perdagangan barang haram.
Langkah cepat yang dilakukan oleh kepolisian tidak tanpa alasan. Dalam beberapa bulan terakhir, maraknya peredaran sabu telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Mulai dari rumah-rumah kecil di pelosok desa hingga pusat kota Parigi, cerita tentang anak muda yang terjerat narkoba semakin sering terdengar. Desakan warga agar aparat bertindak tegas akhirnya dijawab dengan operasi besar yang digelar oleh Satuan Reserse Narkoba.
Kapolres Parigi Moutong, AKBP Hendrawan A.N., dalam konferensi pers pada Selasa (23/9), menyebut pengungkapan ini sebagai "bukti nyata komitmen polisi untuk tidak memberi ruang bagi perusak generasi bangsa." Empat tersangka dari lokasi berbeda kini ditahan, masing-masing dengan barang bukti yang menguatkan dugaan peredaran terorganisasi.
Kasus pertama terjadi di Desa Toboli Barat, Parigi Utara. Seorang pria berinisial RH (31) ditangkap dengan 48,54 gram sabu. Beberapa jam kemudian, polisi bergerak ke Desa Ampibabo Utara, mengamankan seorang perempuan muda, SP (23), dengan 20 paket sabu seberat 23,09 gram. Dua kasus lainnya menyusul di Desa Ambesia Barat dan Torue, dengan total puluhan paket sabu yang siap diedarkan.
Menurut aparat, pola peredaran yang terungkap menunjukkan keterlibatan jaringan lintas desa dengan modus distribusi kecil-kecilan namun konsisten. “Mereka memecah barang bukti ke dalam paket kecil untuk memudahkan distribusi dan menyamarkan skala jaringan,” ujar Kasat Narkoba IPTU Anugerah S. Tarigan.
Para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman mulai dari penjara seumur hidup hingga pidana mati. Bagi kepolisian, vonis berat menjadi pesan simbolis bahwa negara tidak akan kompromi terhadap pelaku peredaran narkoba.
Namun, di balik tindakan represif, Kapolres Hendrawan menekankan perlunya keterlibatan aktif masyarakat. “Sekecil apa pun informasi, itu sangat berarti. Polisi tidak bisa bekerja sendirian. Kami butuh keberanian warga untuk melapor,” katanya. Ajakan ini mencerminkan paradigma baru penegakan hukum, di mana warga ditempatkan bukan hanya sebagai saksi pasif, melainkan garda terdepan dalam pencegahan.
Isu narkoba di Parigi Moutong bukan semata soal kriminalitas, tetapi juga persoalan sosial dan kesehatan publik. Pakar menilai, meningkatnya peredaran sabu di wilayah pedesaan mencerminkan lemahnya pengawasan sekaligus minimnya pendidikan anti-narkoba di tingkat keluarga. “Narkoba meruntuhkan fondasi moral generasi dan pada akhirnya mengancam keberlangsungan bangsa,” tegas Kapolres.
Dengan pengungkapan empat kasus ini, Polres Parigi Moutong berharap masyarakat melihat narkoba bukan sebagai persoalan aparat semata, melainkan musuh bersama. Harapan itu kini ditumpukan pada kolaborasi: kepolisian dengan tindakan hukumnya, masyarakat dengan keberaniannya, serta pemerintah daerah dengan kebijakan preventif.
Seiring berjalannya proses hukum terhadap para tersangka, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah ini akan menjadi titik balik dalam perang melawan narkoba di Parigi Moutong, atau sekadar satu babak kecil dalam pertempuran panjang yang belum usai?
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!