
Kritik terhadap Kepemimpinan PBNU yang Dianggap Merosot
Mochammad Fathal, putra dari KH Moeslim Rifa’i Imampuro (Mbah Liem), akhirnya angkat bicara mengenai isu-isu yang menimpa organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dalam beberapa waktu terakhir. Ia menilai bahwa kinerja Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat ini jauh berbeda dibanding para pendahulu mereka. Menurut Gus Moch, sosok-sosok seperti Gus Dur dan Mbah Liem memiliki teladan kepemimpinan yang sangat penting untuk dijadikan contoh.
Gus Moch menjelaskan bahwa dulu, Gus Dur selalu didampingi oleh Mbah Liem, baik ketika memimpin PBNU maupun saat menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4. Keduanya memiliki karakter yang berbeda, tetapi saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Mereka adalah ulama nasionalis yang zuhud serta sederhana dalam perjuangan. Teladan mereka bisa menjadi panutan bagi para petinggi PBNU saat ini.
Menurut Gus Moch, kedua tokoh tersebut memiliki nilai-nilai nasionalisme, tujuan perjuangan yang bertujuan untuk kepentingan umum (limalashlahatil ‘ammah), dan kesederhanaan dalam perilaku (wirai) yang jauh dari pragmatis. Mereka sering hadir dalam situasi kritis dan berusaha menyelamatkan kehidupan bernegara dan beragama dengan cara-cara yang tidak biasa.
Ia juga menyampaikan bahwa ada pihak-pihak di dalam PBNU yang dianggap membuka pintu bagi zionisme Israel, bahkan bersahabat dan bekerja sama dengan pihak asing. Baginya, tindakan ini merusak pakem dakwah ulama nusantara dan membahayakan masa depan bangsa. Manuver-manuver yang dilakukan oleh petinggi PBNU dalam berpolitik dan keterlibatan mereka dalam sikap pragmatis dalam tata kelola kewajiban negara, seperti tambang, tambahan kuota haji, dan penyelenggaraan kebutuhan haji, telah meruntuhkan wibawa organisasi dan para pendahulu jam’iyyah.
Gus Moch menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh petinggi PBNU bisa membahayakan NKRI dan NU. Ia menanyakan apakah mereka menyadari bahwa tindakan mereka dapat meruntuhkan segala landasan kebaikan berjamiyyah yang telah ditanam dan dirawat oleh para pendahulu NU. Ia juga menyoroti bahwa teladan Gus Dur luar biasa, karena ia berkorban demi keutuhan negara dan menyemai landasan kesatuan bangsa. Sementara itu, Mbah Liem juga memiliki komitmen nasionalisme yang kuat, seperti ditunjukkan oleh nama pesantren al-Muttaqien Pancasila Sakti yang ia dirikan.
Menurut Gus Moch, tanggung jawab NU dalam menjaga NKRI dan kedaulatan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia menghendaki para pemimpinnya memiliki standar kualifikasi, kompetensi, dan spesifikasi di atas rata-rata. Standar moral, kepemimpinan, keilmuan, kewaspadaan, dan kebijaksanaan harus dipenuhi, termasuk ketika diberi tanggung jawab urusan negara.
Ia menilai bahwa saat ini, petinggi PBNU lebih menonjolkan penampilan seperti selebriti, kehidupan yang mirip pengusaha papan atas, dan sikap yang meniru politisi yang pandai berdiplomasi. Ini jauh berbeda dengan gaya hidup Gus Dur yang tetap sederhana meskipun menjabat posisi penting. Tidak ada indikasi bahwa ia memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi, malah meninggalkan banyak warisan monumental.
Gus Moch juga menyebut bahwa saat ini, petinggi PBNU berebut klaim pewaris perjuangan Gus Dur, namun tindakan mereka justru mencerminkan ambisi pribadi. Mereka berebut usaha tambang, jadi komisaris BUMN, atau mitra pengadaan barang dan jasa kebutuhan haji. Bahkan, mereka juga berebut untung dari tambahan kuota haji. Hal ini menunjukkan adanya keraguan terhadap integritas dan komitmen mereka terhadap prinsip-prinsip NU.
KH Mochammad Fathal, yang merupakan penerus kepengasuhan PP Al-Muttaqien Pancasila Sakti (ALPANSA), Karanganom, Klaten Jawa Tengah, setuju dengan desakan para kiai agar petinggi PBNU melakukan muhasabah dan jujur. Ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi haji yang melibatkan petinggi PBNU, agar negara bisa menegakkan kedaulatan hukum bagi siapa pun yang melanggar.
Gus Moch menyatakan bahwa kemelut penyusupan zionisme Israel ke NKRI melalui PBNU, dugaan korupsi haji, dan berebut urusan tambang menunjukkan kegagalan kepemimpinan di tubuh PBNU. Oleh karena itu, kepemimpinan PBNU saat ini tidak perlu dilanjutkan karena dampak kerusakannya sistemik. Ia menyetujui jika para petinggi PBNU mengundurkan diri, atau segera percepat pergantian kepemimpinan di PBNU.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!