
Kecurigaan Pelanggaran Aturan dalam Tender Proyek Pendidikan di Kabupaten Buol
Ketidakpuasan terhadap proses tender proyek pendidikan di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, semakin memuncak. Para rekanan yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa menilai bahwa aturan yang seharusnya ketat justru dilonggarkan oleh Panitia Kerja (Pokja) Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ). Hal ini membuat mereka merasa tidak adil dan berpotensi mengganggu kualitas pelaksanaan proyek.
Para kontraktor kini memilih jalur resmi dengan melaporkan dugaan pelanggaran tersebut ke Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) Inspektorat Daerah. Mereka berharap pihak pengawas dapat segera bertindak untuk memastikan proses tender tetap transparan dan sesuai regulasi. Dengan waktu pelaksanaan proyek yang semakin mendekati, mereka khawatir jika tidak ada tindakan cepat, aturan tender hanya akan menjadi formalitas belaka.
“Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. APIP harus segera turun tangan karena jika dibiarkan, aturan main tender akan menjadi sekadar dokumen,” ujar salah satu kontraktor yang enggan disebut namanya.
Inspektur Daerah Buol, Wahida, SE, CGCAE, mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang meninjau laporan dari para rekanan tersebut. Ia menyatakan bahwa hasil pengawasan akan disampaikan secara resmi kepada Bupati, dinas teknis terkait, serta para pengadu. “Insyaallah selesai, semuanya kami sampaikan tertulis,” katanya.
Salah satu isu utama yang diajukan oleh para rekanan adalah soal Sisa Kemampuan Paket (SKP), yaitu batasan jumlah proyek yang boleh ditangani oleh satu perusahaan dalam setahun. Berdasarkan aturan, peserta tender hanya diperbolehkan memiliki maksimal lima SKP. Namun, beberapa perusahaan yang berhasil menang tender diduga melampaui batas tersebut, bahkan ada yang memiliki 7 hingga 11 SKP.
Selain itu, masalah juga muncul terkait perizinan. Dokumen yang diminta adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP), tetapi perusahaan pemenang tender hanya melampirkan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB). Meskipun berbeda secara hukum, Pokja dinilai tetap memberikan ruang bagi perusahaan tersebut.
“Ini bukan soal kalah-menang tender. Ini tentang kepatuhan terhadap regulasi. Jika aturan bisa ditawar, maka keadilan dalam pengadaan barang dan jasa tidak akan tercapai,” kata seorang rekanan dengan nada kecewa.
Di sisi lain, Pelaksana Tugas Kepala UKPBJ Buol, Ricardo Sugiarta Ridwan, ST, MT, mengatakan bahwa pihaknya sudah menerima informasi adanya pengaduan ke Inspektorat. Menurutnya, hal ini merupakan hak para rekanan. “Teman-teman Pokja sudah kami siapkan data dan berkas, bila sewaktu-waktu dipanggil APIP,” ujarnya singkat.
Kasus ini menjadi bagian dari banyaknya masalah dalam pengadaan di daerah yang sering dikritik karena kurangnya pengawasan. Mekanisme sanggahan yang seharusnya menjadi ruang klarifikasi dinilai tidak efektif, sehingga pengaduan ke APIP menjadi opsi terakhir bagi para kontraktor.
Kini, publik menantikan langkah selanjutnya dari Inspektorat Buol. Jika temuan mereka menguatkan dugaan pelanggaran, maka proses tender ini berpotensi digugat ulang. Namun, jika tidak, para rekanan harus menerima kenyataan pahit bahwa jalur hukum adalah satu-satunya opsi untuk mencari keadilan dalam proyek bernilai miliaran rupiah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!