
Persidangan Kasus Korupsi Aset Kebun Binatang Bandung Menghadapi Perubahan Dramatis
Dalam persidangan kasus korupsi aset Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo) yang terus berlangsung, muncul hal baru yang menarik perhatian publik. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus pada Selasa (23/9/2025) menghadirkan dua saksi ahli yang memberikan keterangan penting bagi pembelaan terdakwa.
Ahli Keuangan Negara: Kerugian Negara Harus Ditetapkan oleh BPK
Dr. Yuli Indrawati, S.H., M.H., seorang pakar keuangan negara dan dosen Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki wewenang untuk menyatakan adanya kerugian negara. Ia menegaskan bahwa hal ini diatur dalam UUD 1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Kerugian negara tidak bisa ditetapkan sembarangan. Harus ada hasil audit resmi dari BPK. Tanpa itu, klaim kerugian negara hanya bersifat asumsi,” ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Dr. Rahmawati.
Ahli Hukum Perdata: Sewa Menyewa Bukan Korupsi
Di sisi lain, Dr. Walter Wanggur, S.H., M.H., pakar hukum perdata dari STHB, menjelaskan bahwa hubungan sewa-menyewa lahan antara Pemkot Bandung dengan Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) tidak bisa dikriminalisasi. Menurutnya, jika penyewa masih menempati lahan setelah masa kontrak berakhir, tindakan tersebut termasuk wanprestasi atau pelanggaran perdata, bukan tindak pidana korupsi.
“Perbuatan sewa menyewa itu adalah wanprestasi, jangan dibawa ke ranah pidana. Ini murni masalah perdata,” tegas Walter saat menjawab pertanyaan tim penasihat hukum Dr. Efran Helmi Juni, S.H., M.Hum.
Dakwaan Jaksa Dipertanyakan
Dalam dakwaan jaksa, Sri dan Raden Bisma Bratakusumah disebut merugikan negara sebesar Rp25,5 miliar melalui penguasaan aset Bandung Zoo sejak 2017–2020. Namun, keterangan saksi ahli justru membuka ruang besar bagi pembelaan terdakwa. Sebagian besar dasar dakwaan terkait kerugian negara berasal dari audit Inspektorat Daerah Kota Bandung, bukan BPK.
“Jika merujuk keterangan ahli, maka dasar dakwaan menjadi lemah karena kerugian negara tidak bisa dibuktikan hanya dengan audit inspektorat,” kata salah satu pengamat hukum yang hadir memantau sidang.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari polemik pengelolaan aset lahan Kebun Binatang Bandung di Jalan Kebun Binatang No. 6, Coblong, Kota Bandung. Pemkot Bandung sebelumnya memberikan izin penggunaan lahan kepada YMT melalui SK Wali Kota tahun 2004. Namun, setelah masa sewa berakhir pada 30 November 2007, YMT masih menempati lahan tersebut.
Jaksa menilai tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp25,5 miliar. Namun, menurut saksi ahli, situasi ini seharusnya ditangani melalui mekanisme perdata, bukan sebagai dasar dakwaan korupsi.
Sidang Lanjutan
Sidang akan kembali digelar pada Kamis (25/9/2025) dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Publik menanti apakah keterangan dua saksi ahli ini akan mengubah arah persidangan yang selama ini cenderung menguntungkan jaksa. Dengan adanya penjelasan dari para ahli, kemungkinan besar akan ada pergeseran dalam proses persidangan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!