Sejauh Mana Ambisi Ekonomi Prabowo Dibanding SBY dan Jokowi?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2026 yang Menarik Perhatian

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2026 sebesar 5,4%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan target APBN 2025 yang mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,2%. Pengumuman ini disampaikan oleh Prabowo dalam penyampaian Nota Keuangan dan RAPBN 2026 di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).

"Dengan pengelolaan fiskal yang kuat, maka pertumbuhan ekonomi 2026 targetnya 5,4% atau lebih," ujar Prabowo. Asumsi dasar ekonomi makro yang tercantum dalam RAPBN perdana pemerintahan Prabowo mencakup inflasi sebesar 2,5%, suku bunga SBN 10 tahun sebesar 6,9%, nilai tukar rupiah sebesar Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS), serta harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$70 per barel.

Selain itu, indeks modal manusia ditargetkan sebesar 0,57, dan indeks kesejahteraan petani juga diharapkan meningkat. Pada Juli 2025, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menyetujui usulan pemerintah terkait asumsi dasar ekonomi makro 2026 dalam rapat kerja bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar.

Dengan persetujuan dari pihak pemerintah, gubernur BI, dan DK OJK, semua kesimpulan panja disetujui pada rapat sore ini. Asumsi yang disepakati tidak berubah dari usulan awal dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026, yang meliputi: pertumbuhan ekonomi 5,2%—5,8% secara tahunan (YoY); inflasi 1,5—3,5% YoY; nilai tukar rupiah Rp16.500—16.900 per dolar AS; serta suku bunga SUN 10 tahun 6,6%—7,2%.

Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) US$60—80 per barel; lifting minyak 600.000—605.000 barel per hari (rbph); dan lifting gas 953 ribu—1.017 ribu barel setara minyak per hari (rbsmph).

Penilaian Ahli Terhadap Target Pertumbuhan Ekonomi

Pengamat menilai target pertumbuhan ekonomi ini terlalu optimistis dan ambisius mengingat kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Yusuf Rendy Manilet dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menyatakan bahwa target pertumbuhan tersebut masih terlalu optimistis. Hal ini mengingat belum optimalnya kinerja sektor-sektor pendukung.

"Kami lebih moderat melihatnya [pertumbuhan ekonomi 2026]. Target 5,4% itu masih terlalu optimistis. Bahkan Bank Dunia pun memproyeksikan pertumbuhan Indonesia tak sampai 5%. Jadi, target yang disampaikan Pak Presiden itu cukup mengagetkan," kata Yusuf saat ditemui di Kantor Bisnis Indonesia, Jakarta pada Jumat (15/8/2025).

Yusuf menjelaskan, salah satu alasan mengapa target pertumbuhan 5,4% terlalu optimistis adalah belum optimalnya kinerja sektor yang menjadi motor ekonomi Indonesia, di antaranya industri manufaktur. Dalam beberapa tahun terakhir, sektor industri manufaktur Indonesia sering kali mencatatkan pertumbuhan di bawah 5%. Yusuf menilai, hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Perbandingan dengan Era Presiden Sebelumnya

Pada periode sebelumnya, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN tahun selanjutnya di DPR jelang HUT RI 17 Agustus. Baik Jokowi maupun SBY menjabat selama dua periode pemerintahan, yakni masing-masing sepanjang 10 tahun.

Saat menyampaikan pidato perdananya terkait dengan Nota Keuangan dan RAPBN 2006, Presiden SBY menyebut pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,2% dari tahun sebelumnya. Pemerintahan SBY yakni Kabinet Indonesia Bersatu menargetkan tingkat inflasi sebesar 8% YoY, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.900 per dolar AS serta rata-rata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan 9,5%. Rata-rata harga minyak mentah yakni US$57 per barel dan rata-rata volume lifting minyak mentah 1,05 juta barel per hari.

Pada APBN 2006, pemerintahan SBY saat itu memasang target belanja negara sebesar Rp647,6 triliun, yang terbagi ke belanja pemerintah pusat sebesar Rp427,5 triliun, serta transfer ke daerah Rp220 triliun. Pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp625,2 triliun yang meliputi penerimaan perpajakan Rp416,3 triliun, PNBP Rp205,2 triliun, serta hibah Rp3 triliun. Dengan demikian, defisit ditargetkan sebesar Rp22,4 triliun atau 0,7% terhadap PDB.

Sementara itu, saat pertama kali Presiden Jokowi menyampaikan Nota Keuangan dan RAPBN 2016 pada 14 Agustus 2015, pemerintahan Kabinet Kerja mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5% yoy, laju inflasi 4,7% yoy, nilai tukar rupiah Rp13.400 per dolar AS dan rata-rata suku bunga SPN negara 3 bulan diasumsikan 5,5%. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia US$60 per barel, lifting migas 1,985 juta barel setara minyak per hari. Itu terdiri dari lifting minyak bumi 830.000 barel per hari dan gas bumi 1,155 juta barel setara minyak per hari.

Postur RAPBN 2016 saat itu direncanakan pendapatan sebesar Rp1.848,1 triliun. Pendapatan meliputi penerimaan perpajakan sebesar Rp1.565,8 triliun, PNBP Rp280,3 triliun serta hibah Rp2 triliun. Total belanja negara mencapai Rp2.121,3 triliun yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.339,1 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa Rp782,2 triliun. Dengan demikian defisit anggaran dalam RAPBN tahun 2016 adalah sebesar Rp273,2 triliun atau 2,1% terhadap Produk Domestik Bruto.