
Kasus Pemberhentian PPPK di Buleleng Berlanjut dengan Pengajuan Somasi
Beberapa waktu lalu, kasus pemberhentian dua Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang bekerja di Sekretariat DPRD Kabupaten Buleleng menimbulkan perhatian publik. Dua pegawai tersebut, yaitu GA dan WA, akhirnya mengambil tindakan hukum dengan melayangkan somasi kepada Bupati Buleleng.
Somasi pertama dilakukan pada hari Selasa, 23 September 2025. Keduanya menggunakan nomor somasi masing-masing, yaitu 004/LKBH.PERAN/IX/2025 dan 005/LKBH.PERAN/IX/2025. Kuasa hukum dari GA dan WA, I Wayan Sudarma, menjelaskan bahwa dalam somasi ini terdapat dua poin utama yang menjadi dasar pengajuan tuntutan hukum.
Poin pertama berkaitan dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Buleleng Nomor: 800.1.6.3/16037/BKPSDM/2025 yang dikeluarkan pada tanggal 21 Juli 2025. SK ini menjadi dasar pemberhentian kliennya sebagai PPPK. Dalam SK tersebut disebutkan bahwa pada tanggal 9 Juli 2025, GA dan WA telah melakukan perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf (e) dan Pasal 5 ayat (5) huruf (b) pada Perjanjian Kerja Nomor: 800.1.13.2/890/SETWAN/VII/2025.
Menurut Sudarma, frasa "pada tanggal 9 Juli 2025 telah melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 5 ayat (2) huruf (e) dan Pasal 5 ayat (5) huruf (b) pada Perjanjian Kerja Nomor: 800.1.13.2/890/SETWAN/VII/2025" dinilai mengandung unsur tuduhan yang ditujukan kepada kliennya. Frasa ini jelas memuat indikasi tuduhan, sehingga harus dibuktikan secara hukum.
Sudarma juga meminta Bupati Buleleng untuk membuktikan tuduhan tersebut sekurang-kurangnya tujuh hari setelah somasi pertama diterima. Jika tidak ada bukti yang diberikan, pihaknya akan mengambil langkah hukum lebih lanjut.
Adapun langkah hukum yang akan diambil mencakup upaya hukum baik secara pidana maupun perdata. Ini merupakan bentuk peringatan bahwa tindakan pemberhentian tanpa bukti yang jelas dapat berujung pada tuntutan hukum.
Proses Hukum yang Diambil oleh Kuasa Hukum
Dalam penjelasannya, I Wayan Sudarma menekankan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Bupati Buleleng tidak hanya melanggar aturan kerja, tetapi juga melanggar prinsip keadilan dalam pemberhentian pegawai. Menurutnya, setiap tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah harus didasari bukti yang kuat dan transparan.
Selain itu, ia juga menyatakan bahwa kliennya memiliki hak untuk mengetahui alasan pemberhentian mereka secara lengkap. Hal ini penting agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Tidak hanya itu, Sudarma juga menyoroti pentingnya proses hukum yang sesuai dengan regulasi yang berlaku. Setiap keputusan yang diambil oleh instansi pemerintah harus melalui prosedur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masa Depan Kasus Ini
Kasus ini masih dalam proses penyelesaian dan belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian cepat. Pihak GA dan WA serta kuasa hukumnya bersiap menghadapi segala kemungkinan yang bisa terjadi, termasuk jika Bupati Buleleng tidak memberikan jawaban atau bukti yang cukup.
Masyarakat dan kalangan profesional diharapkan tetap memantau perkembangan kasus ini. Terlebih lagi, kasus seperti ini sering kali menjadi contoh penting dalam memastikan bahwa proses hukum dan kepegawaian berjalan dengan benar dan adil.
Sebagai bagian dari sistem hukum yang berlaku, setiap individu berhak mendapatkan perlindungan hukum dan kesempatan untuk membela diri. Dengan demikian, kasus ini juga menjadi pembelajaran bagi pihak-pihak terkait untuk lebih hati-hati dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupan seseorang.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!