
Transformasi Polri: Tantangan dan Peluang di Tengah Perubahan
Transformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menjadi perhatian publik. Berbagai catatan mengenai citra institusi ini memicu pertanyaan serius tentang sejauh mana Polri benar-benar mampu berubah menjadi lebih baik. Terbaru, pihak kepolisian telah membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri. Gugus tugas non-struktural ini dipimpin langsung oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dengan tujuan mempercepat reformasi dalam hal struktur organisasi maupun kultur kerja.
Langkah ini bukanlah datang dari ruang kosong. Sebelumnya, konsep PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan) telah dicanangkan sebagai dasar reformasi. Namun, meski konsep tersebut memiliki potensi besar, implementasinya di lapangan masih menemui kendala. Dalam pernyataannya, Ketua Tim Transformasi Reformasi Polri, Komjen Pol. Prof. Dr. Chryshnanda Dwilaksana menyampaikan bahwa transformasi ini adalah upaya untuk belajar dari masa lalu, memperbaiki kesalahan, serta menyiapkan masa depan yang lebih baik.
Fokus Kerja: Dari Struktur ke Kultur
Berdasarkan penelusuran, tim ini menggariskan agenda utama pada tiga pilar. Pertama, reformasi struktural dengan tujuan menjadikan organisasi Polri lebih efisien dan responsif. Kedua, reformasi kultural yang bertujuan membentuk karakter polisi yang humanis dan profesional. Ketiga, peningkatan pelayanan publik agar akses masyarakat terhadap layanan kepolisian semakin mudah dan cepat.
Meski agenda ini tidak sepenuhnya baru—sejak 2020 konsep PRESISI sudah mengarah pada hal yang sama—penerjemahan konsep di lapangan dinilai masih belum merata. Masih ada ketimpangan antara rencana dan pelaksanaan, sehingga beberapa program masih terkesan hanya berupa slogan tanpa dampak nyata.
Tantangan dalam Implementasi
Analisis DPR RI dalam bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tahun 2022 memberikan catatan kritis terkait tantangan implementasi transformasi Polri. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa meskipun konsep PRESISI progresif, penerapannya di lapangan masih sulit dilakukan. Salah satu masalah utamanya adalah kurangnya pemahaman yang merata terhadap konsep tersebut di seluruh jajaran Polri.
Selain itu, DPR menekankan perlunya Polri menyesuaikan strategi dengan perubahan cepat di era digital dan globalisasi. Hal ini mencakup tantangan seperti kejahatan siber, perubahan pola kriminalitas, serta ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi terhadap transparansi aparat.
Jalan Panjang Reformasi Polri
Reformasi Polri bukanlah hal baru. Sejak pemisahan dari ABRI, sejumlah pembenahan telah dilakukan, mencakup aspek struktural, instrumental, hingga kultural. Meski begitu, capaian yang ada di dalam tubuh institusi ini dinilai masih jauh dari sempurna.
Tim Transformasi Reformasi Polri kini menjadi ujian baru bagi Polri dalam menunjukkan komitmennya untuk menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan institusi. Dengan fokus pada perbaikan struktur, kultur, dan pelayanan, langkah ini diharapkan bisa menjadi awal dari perubahan yang lebih signifikan dan berkelanjutan. Namun, keberhasilannya akan bergantung pada kemampuan Polri dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada serta menjaga konsistensi dalam setiap langkah yang diambil.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!