Indeks Wall Street Mencatatkan Rekor Baru Meski Ada Shutdown Pemerintah AS
Indeks Wall Street mencatatkan rekor baru pada perdagangan Kamis (2/10), meskipun penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS) memasuki hari kedua. Penguatan indeks terjadi di tengah ketidakpastian yang disebabkan oleh krisis anggaran antara Partai Demokrat dan Republik.
S&P 500 mengalami kenaikan tipis sebesar 0,06% dan ditutup di level 6.715,35, setelah sempat menguat hingga 0,3% ke rekor intraday terbaru. Dow Jones Industrial Average bertambah 78,62 poin atau 0,17% menjadi 46.519,72. Sementara itu, Nasdaq Composite menguat 0,39% menjadi 22.844,05, juga mencatatkan rekor intraday seiring reli saham teknologi.
Kenaikan indeks teknologi ini didorong oleh lonjakan saham Nvidia yang kembali menyentuh level tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH). Hal ini disebabkan oleh optimisme investor terhadap prospek kecerdasan buatan (AI). Namun, risiko ekonomi tetap menjadi perhatian utama.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, memperingatkan bahwa produk domestik bruto (PDB) berpotensi "terpukul" akibat penutupan pemerintah. Pernyataan ini memicu kekhawatiran bahwa dampak fiskal bisa semakin dalam jika kebuntuan anggaran kian berlanjut.
Kebuntuan Anggaran Pemerintah AS
Penutupan pemerintahan AS dimulai sejak Selasa (1/10), setelah Partai Demokrat dan Republik gagal mencapai kesepakatan anggaran sebelum tenggat waktu. Kebuntuan tersebut memicu penghentian sementara pendanaan federal. Kedua kubu saling melempar tanggung jawab, dengan Demokrat bersikeras menjadikan momen ini sebagai langkah untuk memperpanjang kredit pajak kesehatan bagi jutaan warga AS.
Presiden AS Donald Trump menilai penutupan pemerintahan kali ini memberi peluang besar untuk memangkas ukuran birokrasi federal. Ia menyebut langkah Demokrat sebagai “kesempatan yang belum pernah terjadi sebelumnya” bagi pemerintahannya untuk melakukan efisiensi.
Persepsi Pasar terhadap Kebuntuan Anggaran
Dari sisi pasar, sejumlah analis melihat kebuntuan anggaran ini masih dalam batas ekspektasi. Senior Portfolio Manager di Zacks Investment Management, Brian Mulberry, mengatakan kedua kubu politik lebih memilih beradu pernyataan di depan publik ketimbang merumuskan kesepakatan jangka panjang untuk pendanaan pemerintah.
“Pasar kemungkinan masih bisa menoleransi kondisi ini dalam beberapa hari ke depan. Namun, jika pemerintah benar-benar memangkas sejumlah departemen, langkah itu bisa dipandang positif untuk jangka panjang, meski berpotensi memicu gangguan dalam jangka pendek,” jelas Mulberry dikutip CNBC, Jumat (3/10).
Secara historis, penutupan pemerintah AS jarang memberikan dampak besar bagi pasar. Namun, kondisi kali ini menjadi perhatian lebih serius karena terjadi di tengah ketidakpastian kebijakan dan makroekonomi, valuasi saham yang tinggi, serta konsentrasi pasar yang meningkat akibat reli berbasis kecerdasan buatan (AI).
Ancaman dan Ketidakpastian
Kekhawatiran investor juga diperparah oleh ancaman Donald Trump untuk melakukan pemecatan permanen terhadap pegawai federal, yang berpotensi memperburuk perlambatan pasar tenaga kerja.
Pertanyaan utama kini adalah seberapa lama kebuntuan anggaran akan berlangsung. Dengan Senat libur pada Kamis (2/10) untuk memperingati Yom Kippur, pemungutan suara baru diperkirakan digelar pada Jumat. Pasar prediksi bahkan memperkirakan penutupan ini bisa berlanjut hampir dua pekan.
Di sisi lain, berhentinya aktivitas sejumlah lembaga pemerintah menimbulkan kekosongan data ekonomi penting. Laporan nonfarm payrolls untuk September yang seharusnya dirilis pada Jumat dipastikan tertunda karena Departemen Tenaga Kerja menghentikan sebagian besar operasinya.
Hal ini membuat arah kebijakan moneter The Federal Reserve semakin sulit dipetakan, meski pelaku pasar memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuan Oktober mendatang. Apalagi terutama setelah data ADP menunjukkan penurunan gaji sektor swasta di September.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!