Gabriel Rey: Pajak Kripto Turun, Indonesia Jadi Pusat Kripto Asia Tenggara

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peraturan Pajak Kripto di Indonesia dan Dampaknya pada Investor

Pajak kripto kembali menjadi topik yang menarik perhatian para pelaku industri. CEO sekaligus pendiri Triv, Gabriel Rey, menyatakan bahwa tarif pajak saat ini dinilai terlalu tinggi, sehingga banyak investor Indonesia lebih memilih bertransaksi di bursa global. Hal ini mengakibatkan aliran dana ke platform luar negeri.

Menurut Rey, salah satu keluhan utama dari nasabah adalah potongan pajak yang dikenakan. Saat ini, pajak yang diberlakukan adalah 0,21 persen. Meskipun aturan ini lebih sederhana dibandingkan sebelumnya (PPh 0,1 persen ditambah PPN 0,11 persen), namun beban pajak tersebut masih dirasa cukup berat oleh pemain kripto. Akibatnya, banyak trader beralih ke bursa luar negeri.

Sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025, pemerintah telah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi kripto karena aset digital kini dianggap sebagai surat berharga. Sebagai gantinya, setiap transaksi jual-beli aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,21 persen melalui platform berizin di Indonesia.

Jika transaksi dilakukan di bursa luar negeri atau oleh pihak yang harus menyetorkan pajak sendiri, tarif yang dikenakan lebih tinggi yaitu 1 persen. Sementara itu, biaya platform dan fee lain tetap dikenakan PPN efektif, serta jasa penambangan kripto dikenakan PPN efektif sebesar 2,2 persen.

Meski mekanismenya lebih sederhana, pajak final 0,21 persen masih dinilai kurang kompetitif dibandingkan bursa global. Di luar negeri, rata-rata biaya transaksi hanya sekitar 0,1 persen. Menurut Rey, perbedaan tarif ini menjadi alasan utama mengapa sebagian investor Indonesia memilih menggunakan platform global. Trader tentu mencari yang lebih murah. Selain itu, penegakan hukum terhadap exchange luar negeri belum seketat yang dilakukan sekarang.

Rey menekankan bahwa jika pemerintah ingin mendorong perkembangan industri kripto lokal, tarif pajak harus bisa bersaing dengan Asia Tenggara bahkan global. Ia menyarankan agar pajak kripto di Indonesia bisa menjadi yang paling murah di Asia Tenggara. Bahkan, idealnya bisa bersaing dengan exchange global yang rata-rata memiliki biaya transaksi sekitar 0,1 persen.

Indonesia saat ini memiliki lebih dari 15 juta investor kripto. Jumlah ini menjadikan Indonesia salah satu pasar terbesar di kawasan Asia. Menurut Gabriel, dengan regulasi yang ramah dan pajak yang kompetitif, Indonesia bisa menjadi pusat perdagangan kripto di Asia Tenggara.

Orang Indonesia cenderung lebih suka yang murah. Hal ini sudah menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihindari. Oleh karena itu, jika ingin industri kripto berkembang lebih pesat, pajak harus lebih murah terlebih dahulu. Meskipun ada resistensi, hal ini menjadi kunci untuk meningkatkan minat dan partisipasi investor dalam industri kripto.