Hanya Glagah yang Siap Hadapi Tsunami dari 11 Desa Rawan di Kulon Progo

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kesiapan Desa Glagah dalam Menghadapi Bencana Tsunami

Di wilayah Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat 11 kalurahan yang berada di zona merah tsunami. Dari sekian banyak desa tersebut, hanya satu yang benar-benar siap menghadapi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami, yaitu Kalurahan Glagah. Keberhasilan Glagah dalam mempersiapkan diri ini menjadi perhatian serius dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Sebagai respons, BMKG akhirnya memutuskan untuk memperluas program Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami ke 10 desa lainnya.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, Kalurahan Glagah adalah yang paling siap dari 11 kalurahan yang masuk kategori zona rawan tsunami. “Kalurahan Glagah ini yang paling siap dari 11 kalurahan zona rawan tsunami di Kulon Progo,” ujarnya dalam acara Sekolah Lapang yang diselenggarakan di Glagah, Selasa (23/9/2025).

Kesiapan Glagah bukan sekadar klaim belaka. Desa ini telah mendapatkan pengakuan internasional dari UNESCO karena telah memenuhi 12 indikator kesiapan mitigasi bencana. Indikator-indikator tersebut mencakup pengetahuan masyarakat tentang bencana, jalur evakuasi yang jelas, peta bahaya, hingga koordinasi antara pemerintah lokal dan komunitas setempat.

Namun, ironisnya, 10 desa lainnya belum memenuhi standar dasar mitigasi bencana. Padahal, seluruh desa tersebut berada di zona merah yang rentan terhadap dampak gempa besar di pesisir selatan Jawa. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan dalam upaya mitigasi bencana di wilayah Kulon Progo.

Dengan potensi gempa megathrust dari Samudra Hindia yang sering diperingatkan oleh para ahli, dampak dari bencana besar sebenarnya bisa dicegah jika ada persiapan yang cukup. Oleh karena itu, BMKG memperluas program Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami ke desa-desa lain di Kulon Progo. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih tanggap terhadap tanda-tanda bencana dan mampu melakukan evakuasi secara mandiri.

Keterbatasan Fasilitas Mitigasi Bencana

Kepala Pelaksana BPBD Kulon Progo, Setiawan Tri Widada, mengakui bahwa masih minimnya fasilitas pendukung mitigasi bencana. Saat ini, hanya dua Early Warning System (EWS) tsunami yang berfungsi dengan baik—satu di Kalurahan Glagah dan satu lagi di Kalurahan Karangwuni. “Satu lagi di Kalurahan Karangwuni, Kapanewon Wates. EWS lainnya rusak karena berbagai sebab,” kata Setiawan.

Dengan kondisi ini, sebagian besar desa di zona merah tsunami tidak memiliki sistem peringatan dini yang andal. Jika gempa besar terjadi, waktu evakuasi yang sangat singkat bisa menjadi masalah besar bagi ribuan warga pesisir. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas mitigasi bencana di seluruh wilayah yang rentan.

Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat

Sekolah Lapang Gempa Bumi dan Tsunami merupakan salah satu inisiatif penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman bencana. Program ini tidak hanya memberikan edukasi tentang cara mengenali tanda-tanda bencana, tetapi juga melatih masyarakat untuk bertindak cepat dan tepat saat terjadi bencana.

Melalui pelatihan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi situasi darurat dan menjaga keselamatan diri serta keluarga. Selain itu, partisipasi aktif dari pemerintah daerah dan lembaga terkait sangat diperlukan untuk memastikan bahwa semua desa di zona merah memiliki akses ke informasi dan fasilitas mitigasi yang memadai.

Dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi profesional, diharapkan wilayah Kulon Progo dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, khususnya gempa bumi dan tsunami.