
Sejarah dan Makna Petilasan Sri Aji Joyoboyo
Petilasan Sri Aji Joyoboyo, yang terletak di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, menjadi salah satu situs sejarah yang sangat diminati oleh masyarakat. Tempat ini tidak hanya menarik para pengunjung, tetapi juga menjadi tujuan bagi peziarah yang ingin merenung dan berdoa.
Disebutkan bahwa lokasi ini dipercaya sebagai tempat moksa atau kematian dari Prabu Jayabaya, seorang raja legendaris yang dikenal dengan ramalan Jangka Jayabaya. Di dalam kompleks petilasan, terdapat tiga prasasti yang memiliki makna penting. Pertama adalah Prasasti Mahkota, yang diyakini sebagai titik di mana Prabu Jayabaya melepas mahkotanya. Kedua adalah Prasasti Busana, tempat ia melepas pakaian kebesarannya. Dan yang ketiga adalah Prasasti Moksa, yang dipercaya sebagai tanda perjalanan menuju dunia tanpa akhir.
Ritual ziarah di tempat ini biasanya dilakukan dengan langkah perlahan menuju pamoksan. Setiap peziarah kemudian bersimpuh, diam, dan larut dalam doa. Prosesi sederhana ini dianggap sebagai cara untuk mengikuti jejak spiritual Prabu Jayabayo hingga mencapai moksa.
Bagi masyarakat setempat, tradisi ini bukan hanya sekadar ritual mistis. Lebih dari itu, ia menjadi cara untuk menghormati leluhur dan sarana penyucian diri, baik secara lahiriah maupun batiniah. Mbah Mukri, juru kunci petilasan, menjelaskan bahwa orang-orang datang dengan sikap rendah hati dan berdoa sambil mengenang perjuangan Sri Aji Joyoboyo.
Ia menegaskan bahwa siapa pun diperbolehkan berziarah ke petilasan, tanpa memandang latar belakang. Yang utama adalah niat yang tulus. Hasilnya akan kembali kepada Tuhan.
Puncak keramaian biasanya terjadi saat malam 1 Suro. Ratusan bahkan ribuan orang dari berbagai daerah memadati kompleks petilasan. Mereka berjalan bersama menuju pamoksan dalam kesunyian, hanya diiringi doa yang terucap dalam hati. Suasana tersebut menjadikan ritual sebagai ruang renungan dan kebersamaan.
Peran Pemerintah dalam Pelestarian Warisan Budaya
Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana, menyatakan bahwa petilasan Joyoboyo merupakan aset sejarah dan spiritual yang harus dijaga. Ia mendukung penuh kegiatan yang memberi ruang bagi masyarakat untuk berintrospeksi. Situs bernilai luhur ini harus terus dirawat agar bisa memberi manfaat lebih luas.
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri, Mustika Prayitno Adi, juga menekankan pentingnya pelestarian. Menurutnya, Petilasan Joyoboyo merupakan warisan budaya yang telah tercatat sebagai kekayaan intelektual komunal di Kementerian Hukum sejak 2021. Tugas bersama adalah menjaganya agar tetap lestari.
Keberlanjutan Nilai Budaya dan Spiritualitas
Lebih dari sekadar situs sejarah, Petilasan Joyoboyo menjadi titik pertemuan nilai budaya, spiritualitas, dan kebersamaan. Warisan leluhur ini membuktikan bahwa kearifan masa lalu masih hidup di tengah masyarakat modern. Melalui ritual dan tradisi yang dilakukan, masyarakat dapat merasa terhubung dengan masa lalu mereka, sekaligus menjaga kekayaan budaya yang dimiliki.
Setiap tahun, petilasan ini menjadi tempat yang tidak hanya untuk ziarah, tetapi juga untuk refleksi diri dan penghargaan terhadap para leluhur. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, harapan besar adalah bahwa warisan ini akan terus dilestarikan dan dinikmati oleh generasi mendatang.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!