
Tradisi Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya yang Menarik Perhatian Dunia
Pacu Jalur, sebuah tradisi unik dari Provinsi Riau, kini menjadi perhatian besar baik di dalam maupun luar negeri. Kementerian Kebudayaan berencana mengajukan tradisi ini sebagai warisan budaya ke UNESCO melalui skema extension. Ini merupakan langkah penting untuk melestarikan dan mengenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia.
Inisiatif LAMR dan Persiapan Pengusulan
Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) telah aktif mendukung upaya pengajuan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Takbenda. Dalam rapat virtual bersama Kementerian Kebudayaan pada 27 Juli, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian LAMR, Datuk Seri H Taufik Ikram Jamil menyatakan bahwa LAMR siap berada di posisi mana pun, baik diminta maupun tidak. Hal ini menunjukkan komitmen kuat dari masyarakat setempat terhadap pelestarian tradisi mereka.
Staf Ahli Kementerian Kebudayaan, Prof Dr Ismunandar menjelaskan bahwa ada tiga cara pengusulan ICH ke UNESCO: mandiri, multinasional, dan extension. Skema extension dinilai lebih terbuka dan cepat karena tidak terbatas kuota seperti dua cara lainnya. Direktur Diplomasi Kebudayaan Raden Usman juga menyatakan bahwa pihaknya sedang memprioritaskan percepatan pengusulan budaya Indonesia ke UNESCO.
Sejarah dan Makna Filosofis Pacu Jalur
Sejarah Pacu Jalur bermula sejak abad ke-17, ketika jalur atau perahu digunakan sebagai alat transportasi utama masyarakat Rantau Kuantan. Pada masa itu, jalur berfungsi sebagai sarana untuk mengangkut hasil bumi dari hulu hingga hilir. Seiring waktu, jalur-jalur tersebut dihias dengan berbagai ornamen budaya lokal, seperti ukiran kepala ular dan buaya, yang menambah nilai estetika dan kebanggaan masyarakat setempat.
Pacu Jalur memiliki makna filosofis yang dalam bagi masyarakat Melayu Kuantan Singingi. Bukan hanya sekadar perlombaan, Pacu Jalur mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, semangat juang, dan penghormatan terhadap alam. Sebelum menebang pohon yang digunakan sebagai jalur, masyarakat harus melakukan ritual terlebih dahulu untuk meminta izin kepada alam.
Keterlibatan Anak-Anak dalam Pacu Jalur
Anak-anak memiliki peran penting dalam tradisi Pacu Jalur. Togak Luan adalah anak kecil yang menari di ujung perahu yang melaju kencang, mengenakan pakaian adat dan tanjak Melayu Riau. Tariannya memberikan semangat bagi anak pacu dalam mendayung jalurnya. Selain itu, Togak Luan juga memberikan isyarat melalui gerakannya, seperti melambaikan tangan ke arah sungai sebagai bentuk penghormatan.
Keterlibatan anak-anak dalam Pacu Jalur juga membuat tradisi ini viral di media sosial. Gerakan mereka yang dinamis dan spontan menarik perhatian banyak orang. Bahkan, istilah "Aura Farming" mulai dikenal sebagai cara untuk mendapatkan perhatian dan kekaguman secara online.
Penampilan di HUT Ke-80 RI
Pacu Jalur turut memeriahkan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta. Dalam acara tersebut, tarian khas Pacu Jalur diiringi musik tradisional yang dipoles dengan nuansa modern. Para penari melakukan gerakan viral Aura Farming khas Pacu Jalur. Presiden RI Prabowo Subianto dan beberapa pejabat ikut bergoyang dan memberikan sikap hormat saat acara berlangsung.
Peluang Internasional dan Dukungan Pemerintah
Dengan viralnya tradisi ini, Mahviyen Trikon Putra, mantan Togak Luan, berharap adanya Pacu Jalur kelas internasional di Kuansing. Pemerintah juga mendukung Festival Pacu Jalur yang diadakan setiap tahun di Kuantan Singingi. Festival ini tidak hanya menjadi ajang pelestarian budaya tetapi juga meningkatkan perekonomian setempat.
Penetapan Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Nasional Tak-benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia pada 2014 menjadi langkah penting dalam melestarikan tradisi ini. Tim pemenang Pacu Jalur juga berkesempatan terpilih menjadi atlet nasional Indonesia untuk mewakili negara di ajang balap perahu internasional jika syaratnya terpenuhi.
Kesimpulan
Pacu Jalur tidak hanya menjadi simbol kebudayaan Riau, tetapi juga menjadi representasi nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, tradisi ini memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan dikenal di tingkat global.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!