
Polemik Pengukuhan Kepala Desa di Mamuju
Pengukuhan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) di Kabupaten Mamuju kembali menjadi sorotan. Hal ini terjadi setelah seorang tokoh pemuda dari Desa Banuada, Eros, menyampaikan kekecewaannya terhadap tidak diundangnya kades mereka, Paipinan Tikirik, dalam acara pengukuhan yang dilakukan oleh Bupati Mamuju.
Menurut informasi yang diperoleh, pengukuhan yang berlangsung pada Selasa (23/9/2025) seharusnya mencakup 29 kepala desa yang masa jabatannya berakhir antara November 2023 hingga Januari 2024. Keputusan ini didasarkan pada surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri yang memperpanjang jabatan selama dua tahun. Namun, ternyata ada satu nama yang tidak tercantum dalam daftar tersebut, yaitu Paipinan Tikirik.
Eros mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiapkan semua persyaratan untuk pengukuhan kades mereka. Termasuk dalam hal ini adalah surat keterangan sehat. Namun, saat acara pengukuhan berlangsung, nama Paipinan Tikirik justru tidak muncul dalam daftar undangan.
"Kami sudah urus semua persyaratan, termasuk surat keterangan sehat. Tapi saat pengukuhan kemarin, Paipinan tidak diundang," ujar Eros saat berkunjung ke Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Mamuju.
Proses Persetujuan yang Tidak Sempurna
Eros menjelaskan bahwa sebelum acara pengukuhan, terdapat keputusan internal dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menolak pengukuhan Paipinan. Namun, ia menilai keputusan tersebut tidak mewakili suara keseluruhan warga.
Setelah itu, BPD kembali menggelar pertemuan pada 29 Agustus 2025, yang akhirnya menghasilkan persetujuan dari empat dari lima anggota BPD. Selain itu, sekitar 300 warga juga memberikan tanda tangan dukungan untuk pengukuhan Paipinan Tikirik.
"Semua syarat sudah lengkap. Ada surat kesehatan, persetujuan BPD, dan dukungan warga. Itu semua kami serahkan ke PMD dan DPRD Mamuju," tegas Eros.
Tanggapan dari Pihak Terkait
Menanggapi isu ini, Tenaga Ahli Muda Fungsional Dinas PMD Mamuju, Rahim, mengakui bahwa pihaknya sempat menerima surat penolakan dari sejumlah warga. Namun, ia juga menyatakan bahwa surat dukungan dari BPD dan warga baru masuk setelah proses pengukuhan selesai.
"Surat dukungan itu kami terima terlambat. Kami akan menyerahkannya ke pimpinan untuk dicarikan solusi," ujar Rahim.
Kesimpulan
Polemik ini menunjukkan adanya ketidakjelasan dalam proses pengukuhan kepala desa. Meskipun beberapa persyaratan telah dipenuhi, seperti surat keterangan sehat dan dukungan warga, keputusan akhir tetap ditentukan oleh instansi terkait. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam proses pengambilan keputusan.
Dengan adanya perbedaan pendapat antara BPD dan warga, serta terlambatnya pengajuan dokumen, situasi ini menjadi contoh bagaimana pentingnya koordinasi dan komunikasi yang baik antara lembaga pemerintahan dan masyarakat. Diharapkan, masalah ini dapat segera diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!