Mengapa Seseorang Mudah Jatuh Cinta? Ini Penjelasan Emophilia dalam Psikologi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Mengapa Seseorang Bisa Jatuh Cinta Terlalu Cepat

Banyak orang pernah merasakan kejadian di mana seorang individu jatuh cinta hanya dalam waktu singkat. Fenomena ini sering terlihat dalam berbagai situasi, seperti saat seseorang baru saja mengenal seseorang dan langsung merasa “klik” atau merasa dunia menjadi lebih indah. Meski terdengar seperti kisah romansa di film, fenomena ini nyata dan dialami oleh banyak orang.

Dalam psikologi, kondisi ini memiliki istilah khusus, yaitu emophilia. Emophilia adalah kecenderungan seseorang untuk mudah jatuh cinta dan sering kali terlibat dalam hubungan yang berulang. Menariknya, sebuah riset lintas 33 negara terhadap 808 orang muda berusia 18–25 tahun menemukan bahwa pria rata-rata jatuh cinta lebih cepat dibandingkan wanita. Pria membutuhkan waktu sekitar 0,98 bulan (kurang dari sebulan) untuk merasakan cinta, sementara wanita butuh hampir dua kali lipatnya, yakni 1,92 bulan.

Para peneliti menafsirkan perbedaan ini bisa jadi terkait faktor evolusi maupun sosial. Pria secara historis perlu menunjukkan komitmen lebih awal agar dapat menarik pasangan. Namun, meskipun pria lebih cepat dan lebih sering jatuh cinta (2,6 kali vs. 2,3 kali), mereka justru cenderung kurang intens secara emosional. Sangat berbeda dan tidak sedalam wanita dalam hal komitmen maupun pikiran obsesif tentang pasangan.

Fenomena ini membuka ruang diskusi menarik. Apakah mudah jatuh cinta menandakan kepribadian tertentu, atau justru sebuah kerentanan emosional yang perlu dikenali lebih dalam?

Ciri-Ciri Orang dengan Emophilia

Emophilia bukan sekadar "baper berlebihan", tetapi sebuah kecenderungan psikologis di mana seseorang bisa jatuh cinta terlalu cepat dan terlalu sering. Berikut beberapa tanda yang paling umum:

  1. Mudah Merasa “Dia adalah The One”
    Orang dengan emophilia sering merasakan sensasi jatuh cinta seolah-olah sudah menemukan belahan jiwa, bahkan sebelum benar-benar mengenal orang tersebut. Rasa klik ini datang cepat dan intens, meski hubungan masih seumur jagung.

  2. Terlalu Cepat Melekat Secara Emosional
    Menurut Dr. Patrice Le Goy, tanda utama emophilia adalah ketika seseorang langsung melekat secara emosional pada pasangan sebelum ada bukti nyata bahwa orang tersebut layak mendapatkannya. Mereka bisa menunjukkan komitmen, perhatian, atau bahkan ketergantungan emosional jauh lebih awal daripada yang dianggap sehat dalam sebuah hubungan.

  3. Mengabaikan Tanda Bahaya atau Red Flags
    Karena lebih fokus pada perasaan jatuh cinta dibandingkan mengenal siapa sebenarnya pasangan mereka, orang dengan emophilia rentan mengabaikan tanda-tanda bahaya. Misalnya, sikap manipulatif, sifat egois, atau kecenderungan narsistik pasangan sering kali tidak disadari.

  4. Lebih Rentan Mengambil Keputusan Berisiko
    Rasa yakin berlebihan bahwa “hubungan ini akan langgeng selamanya” dapat mendorong perilaku berisiko, seperti berhubungan seksual tanpa perlindungan sejak awal hubungan. Dorongan emosional yang kuat membuat mereka merasa aman dan percaya, padahal belum tentu pasangan tersebut benar-benar bisa dipercaya.

  5. Obsesi pada Perasaan Jatuh Cinta Itu Sendiri
    Orang dengan emophilia sering kali lebih terpikat pada sensasi jatuh cinta dibandingkan sosok orang yang dicintai. Yang mereka kejar bukan hanya individu, tetapi juga perasaan intens yang datang saat hubungan baru dimulai.

Mengapa Seseorang Bisa Mengalami Emophilia?

Emophilia tidak memiliki satu penyebab tunggal yang pasti. Para peneliti masih berusaha memahami mengapa sebagian orang begitu mudah merasakan getaran cinta yang intens hanya dalam waktu singkat. Dari sisi biologis, emophilia kemungkinan berkaitan dengan kerja hormon otak. Dr. Patrice Le Goy menjelaskan bahwa kondisi ini bisa terhubung dengan ketidakseimbangan hormon “feel good” seperti dopamin dan serotonin.

Selain itu, peneliti Daniel N. Jones juga mengaitkan emophilia dengan sensitivitas terhadap oksitosin, hormon yang berhubungan dengan ikatan emosional dan rasa percaya. Individu dengan respons otak yang lebih peka terhadap hormon ini bisa jadi lebih cepat merasa dekat dan terikat pada pasangan baru.

Dari perspektif evolusi, ada spekulasi bahwa emophilia mungkin pernah memberi keuntungan, seperti memfasilitasi hubungan dengan banyak pasangan dan memperluas peluang reproduksi. Namun, teori ini masih bersifat spekulatif dan belum ada bukti empiris yang kuat.

Menariknya, emophilia juga sering dibandingkan dengan anxious attachment style atau gaya keterikatan cemas. Bedanya, anxious attachment biasanya muncul dari rasa takut ditinggalkan dan kebutuhan akan kepastian, sedangkan emophilia lebih didorong oleh rasa ingin dan kegembiraan emosional.

Dampak Emophilia pada Hubungan Romantis

Emophilia tidak selalu membawa kabar baik bagi kehidupan cinta. Orang dengan kecenderungan ini sering kali melompat dari satu hubungan ke hubungan lain dalam waktu singkat. Di awal, ledakan hormon bahagia membuat hubungan terasa sangat intens dan penuh gairah. Namun, sensasi ini biasanya tidak bertahan lama, sehingga sulit dijadikan pondasi hubungan jangka panjang.

Masalahnya, keputusan untuk jatuh cinta sering terjadi terlalu cepat, sebelum ada waktu untuk benar-benar mengenal pasangan. Akibatnya, risiko terjebak dalam hubungan dengan orang yang tidak cocok—atau bahkan memiliki sifat toksik—menjadi lebih besar. Dr. Patrice Le Goy menegaskan bahwa mereka yang mengalami emophilia bisa saja berakhir dengan pasangan yang narsistik atau egois, hanya karena tergoda pada versi ideal yang mereka bayangkan, bukan pada realitas pasangan tersebut.

Selain memengaruhi kualitas, emophilia juga berdampak pada durasi hubungan. Ada yang kandas terlalu cepat karena tidak tahan dengan penurunan intensitas, ada pula yang bertahan terlalu lama meski jelas-jelas tidak sehat, hanya karena sulit melepaskan diri dari ikatan emosional yang sudah terbentuk. Dalam kedua kasus, kedalaman hubungan sering kali tidak pernah tercapai. Hubungan berjalan dalam ilusi koneksi instan, tetapi kehilangan ruang untuk membangun keaslian, kepercayaan, dan komitmen yang sejati.