
Kehadiran Polisi di Lahan Pertanian
Di pagi yang tenang di Desa Dadakitan, suara langkah kaki personel kepolisian terdengar jelas. Mereka meninggalkan markas sementara untuk turun ke lahan pertanian. Di lorong Daalra, Dusun II, hamparan jagung setinggi pinggang berbaris rapi menanti giliran dipetik. Pemandangan ini tidak biasa bagi institusi penegak hukum, tetapi di Baolan, Sulawesi Tengah, hal tersebut menjadi bagian dari sebuah kisah besar: ketahanan pangan.
Program Astacita yang digagas Presiden Prabowo menekankan bahwa pangan bukan hanya soal dapur rumah tangga, melainkan urusan kedaulatan negara. Dalam dunia yang penuh gejolak geopolitik, stok makanan yang kuat dianggap setara dengan garis pertahanan. Dan di titik yang nyaris terabaikan di peta Indonesia, sebuah kepolisian sektor memutuskan untuk ikut menanam bukti nyata.
Lahan seluas satu hektare itu menghasilkan sekitar setengah ton jagung tongkol. Meskipun jumlahnya tidak spektakuler, cukup untuk menggerakkan roda ekonomi desa. Panen tersebut bukan sekadar angka, melainkan pernyataan simbolis bahwa program pemerintah dapat menemukan nyawanya bahkan di tangan aparat kepolisian setempat.
“Ijung ini akan dijual kepada peternak ayam di Desa Dadakitan,” kata IPTU Samir Muhammad, S.H., M.H., Kapolsek Baolan, sambil mengusap butiran keringat di dahinya. Di sampingnya, Wakapolsek IPTU Subroto mengangguk, menyaksikan anggota mereka mengangkut karung demi karung hasil panen.
Pembeli pertama datang dari jarak yang tidak jauh. Johan, seorang pengusaha pakan ternak, menyambut dengan senyum lebar. Ia tahu, jagung ini akan menjadi bahan utama bagi ratusan ekor ayam yang ia kelola. “Bagi saya, ini bukan hanya soal bisnis,” ujarnya. “Ini tentang bagaimana desa kita bisa mandiri, bahkan di masa sulit sekalipun.”
Keterlibatan kepolisian dalam pertanian mungkin terdengar ganjil, namun di Baolan hal itu terasa masuk akal. Di tengah keterbatasan anggaran, personel kepolisian justru menemukan cara memperkuat hubungan dengan masyarakat. Panen jagung menjadi ruang temu yang lebih hangat daripada sekadar patroli jalanan.
Bagi warga, hasil panen ini membuka harapan. Jagung yang dijual ke peternak ayam berarti daging ayam yang lebih terjangkau di pasar lokal, yang pada akhirnya berdampak pada gizi keluarga di Tolitoli. Dalam skala kecil, rantai pangan itu bekerja, mengalir dari ladang ke kandang, lalu ke meja makan.
Kapolsek Samir menegaskan bahwa pihaknya akan selalu siap mendukung program nasional. “Apapun kebijakan pemerintah, khususnya Astacita, kami siap siaga untuk menyukseskannya,” katanya. Pernyataan itu terdengar sederhana, tetapi di baliknya tersimpan tekad bahwa keamanan dan ketahanan pangan adalah dua sisi dari mata uang yang sama.
Panen kali ini memang hanya sebagian kecil dari upaya besar. Namun, kisahnya mencerminkan bagaimana kebijakan nasional bisa diterjemahkan ke dalam tindakan nyata di lapangan, bahkan oleh pihak-pihak yang biasanya jauh dari dunia pertanian. Polisi yang biasanya berseragam di jalan, kini berbaur dengan debu tanah, merasakan getar batang jagung di tangan mereka.
Di akhir hari, matahari condong ke barat dan lahan jagung tampak setengah kosong, meninggalkan barisan tunggul hijau. Para polisi kembali ke markas, membawa serta rasa lelah yang berbeda. Jagung yang mereka panen mungkin tidak akan masuk dalam statistik nasional yang gemerlap, tetapi bagi mereka dan warga Desa Dadakitan, ini adalah secuil bukti bahwa ketahanan pangan adalah urusan bersama — dan bahwa siapa pun bisa menjadi petani, bahkan seorang Kapolsek.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!