
Perjuangan Petani Pati dalam Menagih Janji Stimulan
Perwakilan petani dari 26 desa di empat kecamatan Kabupaten Pati, yaitu Kecamatan Sukolilo, Kayen, Jakenan, dan Pati Kota, melakukan kunjungan ke kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta. Rombongan ini datang pada Selasa (23/9/2025) untuk menagih janji pemerintah terkait bantuan stimulan bagi para petani yang mengalami gagal panen akibat banjir.
Kunjungan ini dipimpin oleh Kepala Desa Wegil, Heri Priyatno, dan Ali Sururi dari Desa Talun, Kecamatan Kayen. Mereka didampingi oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya, serta Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Nasdem, Sri Wulan.
Latar Belakang Masalah
Masalah ini bermula saat sawah petani Pati terendam banjir selama enam bulan pada tahun 2023. Akibatnya, mereka mengalami tiga kali gagal panen berturut-turut. Pemerintah, khususnya era Presiden Joko Widodo, berjanji memberikan stimulan sebesar Rp8 juta per hektare kepada petani yang terdampak banjir.
BNPB ditunjuk sebagai penyalur dana tersebut. Namun, hingga kini, janji tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Pengajuan bantuan petani Pati mencapai total Rp45 miliar, namun hanya sebagian kecil yang cair, yaitu Rp15,69 miliar pada tahap pertama. Sisanya dijanjikan akan disalurkan pada tahap kedua. Sayangnya, hingga September 2025, bantuan tersebut masih belum terealisasi.
Kekecewaan Petani
Ali Sururi, perwakilan petani dari Desa Talun, menyampaikan kekecewaan atas ketidaktuntasan bantuan. Para petani telah mengurus administrasi sendiri, termasuk membuat surat pengajuan yang memakan biaya perangko dan waktu. Namun, dana tetap belum turun.
"Kami jangan hanya dijadikan komoditas politik," ujar dia dalam keterangan tertulis. Kekecewaan ini juga dirasakan oleh banyak petani lainnya yang merasa tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah.
Penjelasan dari BNPB
Dalam pertemuan tersebut, Deputi IV BNPB Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Jarwansah, menjelaskan kronologi keterlambatan penyaluran bantuan. Ia menyebut bahwa pada 2023, presiden saat itu memerintahkan BNPB untuk mendata petani gagal panen secara nasional dan menyiapkan anggaran sebesar Rp420 miliar.
Namun, beberapa kendala birokrasi dan teknis menyebabkan dana tersebut gagal dicairkan dan akhirnya dikembalikan ke Kementerian Keuangan. Tahun 2024, BNPB menyisihkan anggaran sebesar Rp15 miliar untuk Kabupaten Pati. Namun, data dari tahun 2023 tidak sesuai format, sehingga tidak bisa digunakan. Kondisi keuangan yang defisit juga menjadi hambatan.
Tuntutan Transparansi
Anggota Komisi VIII DPR RI, Sri Wulan, mempertanyakan perbedaan penyaluran antara tahap pertama dan kedua. Ia mendesak agar proses bantuan dilakukan secara transparan dan tidak menimbulkan kesan diskriminatif antarwilayah.
“Kami sudah menerima laporan sebelumnya, termasuk yang disampaikan langsung Kepala BNPB kepada Presiden pada Desember 2023. Bahkan di acara simbolis penyerahan bantuan di Pekalongan dan Grobogan, petani Pati juga sudah disebutkan,” tegas Sri Wulan.
Harapan Baru
Ali Sururi juga menyampaikan rasa kecewa atas perlakuan yang dianggap tidak adil. “Kami sudah ajukan data sesuai deadline. Kami beli materai mahal dua hari sebelum lebaran, diverifikasi BPKP, dan disampaikan ke pusat sejak akhir 2023. Tapi kenapa akhir 2024 malah dikembalikan? Jangan anggap kami sebagai pengusul baru,” ujarnya.
Kepala Pelaksana BPBD Pati, Martinus Budi Prasetya, menegaskan bahwa data petani terdampak sudah sah secara hukum melalui SK Bupati tertanggal 15 Mei 2023. Bahkan pada acara simbolis bantuan oleh Presiden, petani Pati sudah ikut menerima secara langsung.
Janji dari BNPB
Dalam pertemuan tersebut, BNPB memberikan janji bahwa pencairan bantuan stimulan akan dilakukan dalam waktu maksimal 30 hari. Dengan janji ini, perjuangan petani Pati yang selama ini dirundung ketidakpastian kini memiliki harapan baru. Mereka berharap janji tersebut benar-benar bisa ditepati.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!