Warga Rancapinang Minta Pembangunan Batalyon TNI AD di Pandeglang Dihentikan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Warga Rancapinang Minta Pembangunan Batalyon TNI AD di Pandeglang Dihentikan

Warga Desa Rancapinang Minta TNI AD Hentikan Pembangunan Batalion Teritorial

Warga Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, menggelar aksi demonstrasi di Kantor BPN Pandeglang pada Selasa (23/9/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pembangunan batalion teritorial yang dilakukan oleh TNI Angkatan Darat. Warga meminta agar kegiatan tersebut dihentikan sementara hingga status lahan yang digunakan jelas dan sah secara hukum.

Diketahui bahwa TNI AD diduga telah mengklaim lahan garapan milik warga seluas 372 hektar. Klaim ini dibuktikan dengan sertifikat hak pakai (SHP) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pandeglang pada tahun 2012. Namun, warga menilai klaim tersebut dilakukan secara sepihak tanpa adanya kesepakatan atau pemberitahuan kepada mereka.

Warga Rancapinang mengaku tidak pernah menjual atau melimpahkan lahan garapannya kepada siapa pun. Bahkan, mereka telah menggarap lahan tersebut sejak sebelum kemerdekaan Indonesia. Hal ini menjadi dasar bagi warga untuk menolak pengambilalihan lahan tanpa persetujuan.

Salah satu warga setempat, Tajudin, menyampaikan bahwa pembangunan batalion teritorial harus dihentikan sementara hingga ada kejelasan hukum. Ia menegaskan, "Maksudnya kami hentikan dulu kegiatan pembangunannya, sebelum ada dasar hukum yang sah." Menurutnya, jika nantinya status hukum lahan tersebut jelas dan sesuai aturan, maka warga akan menerima keberadaan pembangunan tersebut.

Tajudin juga menyebutkan bahwa sekitar 15 hektar lahan warga telah digunakan untuk pembangunan batalion teritorial. Ia mencontohkan, salah satu pemilik lahan, Pak Hamzah, kehilangan sekitar 600 batang pohon kelapa akibat pembangunan tersebut. Ini menjadi kerugian besar bagi warga yang bergantung pada lahan tersebut sebagai sumber penghidupan.

Selain itu, warga masih membayarkan pajak atas lahan garapannya selama puluhan tahun. "Kita bayar pajak terus menerus dari tahun ke tahun," ujar Tajudin. Hal ini menunjukkan bahwa warga tetap menjalankan kewajiban mereka sebagai warga negara meskipun merasa tidak puas dengan tindakan TNI AD.

Warga berharap kepada pihak terkait, termasuk pemerintah dan lembaga hukum, untuk membantu menyelesaikan masalah ini. Mereka menegaskan bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban seperti yang lainnya. "Karena tempat itu adalah sumber kehidupan kami, dari sebelum kemerdekaan Indonesia juga," tutup Tajudin.

Permasalahan Hukum dan Sosial

Pembangunan batalion teritorial yang dilakukan TNI AD menimbulkan beberapa permasalahan hukum dan sosial. Pertama, klaim lahan yang dilakukan TNI AD dinilai tidak sah karena tidak melalui proses yang transparan dan partisipatif. Kedua, warga yang sudah lama menggarap lahan tersebut merasa dirugikan karena tidak diberi informasi sebelumnya. Ketiga, adanya kerugian materi yang dialami oleh beberapa petani, seperti hilangnya pohon kelapa yang merupakan sumber pendapatan utama.

Masalah ini juga menunjukkan pentingnya komunikasi antara pihak pemerintah dan masyarakat. Tanpa adanya dialog yang baik, konflik bisa saja terjadi dan berdampak pada stabilitas sosial di wilayah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang lebih proaktif dalam memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Selain itu, diperlukan penelitian mendalam mengenai status hukum lahan yang diklaim oleh TNI AD. Dengan data yang jelas dan transparan, pihak terkait dapat menentukan apakah lahan tersebut benar-benar milik negara atau masih dalam kepemilikan warga. Jika ternyata lahan tersebut masih dalam hak warga, maka pembangunan harus dihentikan sementara hingga ada solusi yang adil dan merujuk pada aturan hukum yang berlaku.

Kesimpulan

Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan hak-hak masyarakat dalam penggunaan lahan. Warga Desa Rancapinang telah membuktikan bahwa mereka telah menggarap lahan tersebut selama bertahun-tahun dan membayar pajak secara rutin. Mereka tidak pernah menjual atau melepaskan hak atas lahan tersebut. Oleh karena itu, pembangunan batalion teritorial yang dilakukan TNI AD harus ditinjau ulang agar tidak merugikan masyarakat setempat. Dengan kejelasan hukum dan komunikasi yang baik, konflik bisa diminimalisir dan solusi yang adil bisa ditemukan.